BAB 11

363 125 26
                                    

"Kehadirannya membawa penerang. Hilangnya meninggalkan sejuta kerinduan yang mendalam."

***

Sejaktadi Tristan terus mondar-mandir menunggu dokter yang memeriksa keadaan Kanna. Ia terlampau cemas. Kanna sangat jarang sakit. Jika sakitpun hanya batuk dan flu saja.

Suara pintu mengalihkan perhatian Tristan. Ia segera menghampiri seorang dokter yang menangani Kanna.

"Gimana kondisi pasien, dok?" tanya Tristan mendesak.

"Pasien hanya mengalami maag saja. Penyakitnya kambuh karena dia kekurangan asupan makanan. Ditambah pikirannya yang membuat ia strest."

Tristan menghembuskan napas lega. Setidaknya Kanna baik-baik saja. Ia begitu mencemaskan keadaan Kanna.

"Terima kasih banyak, dok." Dokter itu mengangguk.

Tristan masuk ke dalam ruangan inap Kanna. Di atas brankar, Kanna tertidur. Suster yang mengecek pergi. Tristan menghampiri Kanna.

Tristan mengenggam pelan tangan Kanna. Matanya berkaca-kaca. Kanna-nya sakit. Tristan mengusap air matanya yang menetes.

"K, bangun," bisik Tristan. Tristan mencium punggung tangan Kanna. Ia berani melakukan itu hanya saat Kanna tidur saja.

Tristan menghembuskan napasnya. "K, lo gak mau, kan, bikin gue cemas?"

Kanna mengerakan tangannya pelan. Tristan yang melihat itu tersenyum senang. Perlahan mata Kanna terbuka.

"K?" panggil Tristan.

Kanna mengalihkan pandangannya pada Tristan. "Gue kenapa?"

"Lo cuman maag sekaligus terlalu banyak pikiran," jawab Tristan.

Tristan menghembuskan napasnya kasar. "Kalau yang dipikirin lo masalah perceraian Om Chan sama Tante Lanna, udahlah, jangan terlalu dipikirin."

Mata Kanna berkaca-kaca. Ia teringat ucapan Lanna yang mengatakan dirinya sedang berada di Amsterdam.

"Bunda ninggalin gue," lirih Kanna. "Dia pergi tanpa gue," lanjutnya.

Tristan diam. Kanna mulai terisak. Papahnya meninggalkan dia. Sekarang Bundanya juga meninggalkan dia seorang diri.

Tristan menghela napas. "Lo masih punya gue. Gue akan selalu ada buat lo."

***

Samuel berjalan di koridor dengan tangan dimasukan ke dalam saku celana. Ransel yang ia gunakan hanya dipakai sebelah bahu. Earphone senang tiasa menempel pada telingannya.

Seluruh pasang mata menatap ke arahnya. Namun, Samuel tetap acuh. Bahkan ada yang terang-terangan memuji ketampanan dirinya. Samuel tetap santai berjalan.

"SAM!"

Samuel memberhentikan langkahnya. Ia menolehkan kepalanya ke belakang. Adrian berlari ke arahnya.

Sesampainya di samping Samuel, Adrian langsung bertanya, "Lo tahu berita terkini gak?"

Samuel tidak menjawab. Ia menunggu kelanjutan perkataan Adrian.

"Kanna sama Tristan pacaran."

Samuel menatap Adrian datar. Tidak ada ekspresi terkejut pada wajahnya. Samuel menaikan alisnya satu.

"Terus?"

Adrian mengerjap. "Lo gak sedih atau berduka gitu?"

"Gak guna." Samuel langsung melangkahkan kakinya kembali.

TENEBRIS Where stories live. Discover now