BAB 14

328 99 19
                                    

"Mau cemburu, tapi sadar bukan siapa-siapa."

***

Samuel terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam di atas nakas yang menunjukan pukul 6.00 WIB. Samuel  segera bangun untuk membersihkan diri.

Lima belas menit berlalu, Samuel keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang segar. Samuel memasuki ruang ganti yang memang tersedia di kamarnya.

Penampilannya sudah rapih. Samuel bukan seorang badboy atau goodboy. Ia hanya murid standar saja. Dalam bidang akademik maupun nonakademik Samuel cukup pandai.

Samuel menuruni anak tangga. Ia melihat Narmi tengah mengsajikan makanan ke tempat meja. Samuel menghampiri Narmi.

"Bi," panggil Samuel.

Narmi menoleh. "Eh, iya den?"

"Jangan biarkan dia ke sini lagi," ucap Samuel dingin.

"Ah ... hm ... tapi, Den—"

"Saya cuman minta itu sama Bibi, apa sulit?" Narmi akhirnya mengangguk patuh.
Samuel menghela napas. Ia kemudian duduk di kursinya. Sudah tiga hari semenjak orang itu datang, Samuel menyibukan diri dengan berbagai kegiatan.

Samuel juga jarang berada di rumah. Ia lebih memilih beristirahat di studio musiknya. Masih sulit dipercaya, orang itu datang lagi setelah empat tahun menghilang.

Orang itu juga sudah berkali-kali mengirimkannya pesan. Namun, Samuel abaikan. Paket yang setiap harinya selalu dikirim oleh seseorang yang Samuel benci selalu ada, dan Samuel tidak pernah membukanya.

Samuel beranjak dari duduknya. "Bi, saya pergi dulu," pamitnya.

Narmi mengangguk sambil tersenyum. "Hati-hati di jalan, Den." Samuel mengangguk mengiyakan.

Samuel sudah menganggap Narmi Ibunya sendiri. Baginya, Narmi bukanlah seorang pelayan di rumahnya saja. Narmi juga sudah merawatnya dari kecil hingga sekarang.

Samuel mencium punggung tangan Narmi, selayaknya anak mencium tangan Ibunya.

"Uel pamit, assalamuallaikum."

Narmi menjawab, "Waalaikumussalam."

***

"Lo kok bandel sih, K," omel Raya. "Lo itu masih sakit, ngapain sekolah?" Raya berdecak kesal.

Kanna menyengir lebar menanggapi perkataan Raya. "Siapa tau, kan, lo kangen gue?"

"Najisin!" cibirnya.

Sudah terhitung berapa menit Raya mengomeli Kanna. Dari Kanna datang ke kelas, Raya sudah mengomelinya panjang lebar.

Kanna sudah tidak betah di rumah sakit. Dokter juga sudah mengatakan jika kondisinya sudah pulih. Jadi, tidak salah jika ia pulang.

"Eh, gue ke kelas Kak Uel dulu, ah," pamit Kanna.

"Ngapain?" tanya Raya ketus.

Kanna memperlihatkan isi note yang sedang ia pegang. "Biasalah."

Raya memutar bola matanya malas. Raya kira, setelah sakit Kanna akan melupakan Samuel sejenak, nyatanya tidak. Kanna justru terus menanyakan Samuel padanya. Raya sendiri sampai kesal.

Entahlah, setiap Kanna menyebut nama Samuel, Raya merasa ada ketakutan tersendiri dalam hatinya. Ia takut, Kanna mengetahui sisi gelap hidup Samuel. Dan, berakhir kekecewaan.

TENEBRIS Where stories live. Discover now