BAB 6

430 176 49
                                    

"Jangan pernah bersedih, tenang ada aku."

***

Seperti biasa, Samuel berdiam diri di ruang musik. Ruangan yang selalu memberikan rasa tenang dalam dirinya. Tanpa gangguan siapapun.

Samuel membaca urutan aksara dalam buku yang tengah ia baca. Buku yang berhasil mengalihkan segara beban dalam dirinya. Samuel tenggelam dalam bacaan aksara.

Sampai dia tidak menyadari kehadiran seseorang yang masuk ke dalam ruang musik saking asiknya membaca.

Orang itu berjalan ke arah Samuel. Tatapannya mengisyaratkan permusuhan. Tangannya sudah terkepal erat.

"Gak ngerasa punya dosa?"

Samuel mendongkak. Ia kembali mengalihkan perhatiannya pada deretan aksara. Mengacuhkan Tristan yang tengah menatapnya kesal.

Tristan mendengus kesal. "Kalau gue bisa membuat Kanna jatuh cinta sama gue, apa yang bakal lo lakuin?" Tristan masih berbicara, walau sudah Samuel acuhkan.

"He! Bangsat! Lo denger gak sih?" kesal Tristan.

Samuel kembali menatap Tristan malas. Ia beranjak dari duduknya, lalu berdiri di hadapan Tristan dengan wajah andalannya.

"Ngerayain keberhasilan lo," jawab Samuel.

Tristan mengepalkan tangannya. "Apa gak ada sedikitpun lo suka sama Kanna?"

Samuel mengeleng. "Lo emang gak bisa menghargai perjuangan seseorang," ucap Tristan.

Samuel membalikan badannya untuk mengambil buku berserta ponsel miliknya. Ia kembali menatap Tristan datar. "Gue gak pernah minta dia berjuang," ucap datar Samuel.

Tristan mencekram kerah seragam Samuel. Ia menatap tajam ke arah Samuel. "Suatu saat nanti, lo bakal nyesel."

***

Raya melonggo dengan tingkah Kanna hari ini. Tidak biasanya dia menghabiskan semangkuk bakso dengan ekstra pedas. Bukan Kanna sekali.

Raya tahu persis Kanna. Kanna akan makan-makan pedas jika dia sedang galau atau mood-nya sedang buruk. Dan, Raya bisa menebak tingkah Kanna tanpa bertanya.

"Sumpah, ya, Kak Uel kalau gue gak suka sama dia, pasti udah gue bejek-bejek tuh orang," cerocos Kanna. "Ray, dia sama sekali gak menghargai usaha kecil gue! Ih, kesel banget gue."

Raya mengeleng-geleng. "Gue, kan, udah bilang, tuh cowok emang gak pantes diperjuangin. Lonya sih, keras kepala," cibir Raya.

"Gue juga, kan, udah bilang, Kak Uel itu pantes diperjuangin!"

Raya memutar bola matanya malas. "Apanya yang pantes diperjuangin?"

"Dia itu beda sama yang lain, gue suka Kak Uel karena ada hal yang berbeda dalam dirinya," jawab Kanna.

"K, cowok tembok itu lo perjuangin makin ke sini bukannya lo dapet cintanya, tapi lo bakal malu. Udah berapa kali lo ditolak sama si Samuel?" tanya Raya ketus.

Kanna menghitung jarinya. "Mungkin kalau gue tembak lagi kayaknya seratus."

"Dan, lo masih mau sama dia," ucap Raya tidak menyangka. "Cowok sombong, sok cakep, plus muka tembok kayak dia apa bagusnya?" Raya kembali memakan mie ayam miliknya.

TENEBRIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang