BAB 21

273 56 20
                                    

"Adakah hal yang lebih menyakitkan dari sekedar penolakan sebelum mengungkapkan perasaan?"

***

Dua orang pria beda generasi tengah memperhatikan potret seorang lelaki yang terbaring di brankar bersama dengan seorang perempuan sebayanya.

Hatinya teriris melihat kondisi anak keduanya. Pria berusia 40-an membuang puntung rokok yang sudah habis. Matanya menerawang jauh sebelum kejadian empat tahun lalu itu terjadi.

Anak sulung dari pria tua itu menghela napas. Ia sangat merindukan adik kecilnya. Merindukan saat-saat kebersamaan keduanya dan merindukan sifat jail adik kecilnya.

"Marchel kangen dia, Pah," lirihnya.

Pria yang dipanggil 'Pah' menoleh. Ia menepuk pundak anak pertamanya. Sama halnya dengan Marchel, ia juga merindukan putra keduanya. Sangat merindukannya.

"Harus bagaimana lagi caranya menjelaskan kepada dia? Marchel pengen dia kembali."

Pria tua itu menghela napas. Ini semua salahnya di masa lalu. Semua terjadi akibat kesalahannya. Kesalahan yang menimbulkan kebencian dalam hati putra bungsunya.

Andai saja ia bisa memutar waktu, kejadian itu tidak akan terjadi. Semuanya akan baik-baik saja. Keluarganya akan bahagia. Dan, dia tidak akan kehilangan seseorang paling ia cintai.

"Dia akan kembali. Papah akan membuat adikmu kembali. Papah janji." Pria itu tersenyum penuh arti.

***

Sejaktadi Kanna terus melamun, memikirkan ucapan Samuel yang berhasil membuat hati Kanna tidak karuan. Kanna sampai tidak sadar bahwa dia sudah menuangkan sambel begitu banyak pada mangkuknya.

Raya melebarkan matanya ketika melihat isi mangkuk Kanna. Ia bergidik ngeri melihat warna merah pada mangkuk Kanna. Membayangkannya saja Raya sudah mules.

Raya berdecak. Kanna sejak tadi melamun. Pantas saja.

"Kanna!"

Kanna tersentak dari lamunannya. Ia menaikan alisnya. "Lo gila, ya?"

"Eh?"

Raya menunjuk mangkuk berisi bakso yang sudah berwarna merah. Kanna melebarkan matanya. Ia meletakan kembali wadah sambel pada tempatnya.

Kanna mendengus kesal, "Kenapa juga gue ngelamunin Kak Uel?" gumam Kanna.

"Masih aja tentang Kak Uel! Kesel gue lama-lama dengernya!" ketus Raya setelah duduk di hadapan Kanna.

Kanna mendelik sinis. "Suka-suka guelah."

Kanna mengaduk-aduk kuah bakso dengan perasaan dongkol. Kanna masih kesal dengan Raya. Sedangkan, Raya sendiri malah santai seolah tadi pagi tidak terjadi apa antara keduanya.

Raya menoleh ke arah pintu masuk kantin. Matanya melebar ketika melihat sepasang manusia berbeda jenis sedang berjalan berdampingan. Raya menepuk lengan Kanna.

Kanna yang mau memasukan baksonya ke dalam mulut harus diurungkan karena tepukan Raya. Kanna berdecak kesal. Ia harus menunda memakan bakso.

"Pansih?" kesal Kanna.

Raya sedikit mencondongkan badannya ke depan. Ia berbisik, "Tristan jalan sama cewek."

TENEBRIS Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ