BAB 30

221 32 1
                                    

"Rasa sesal yang sudah terlambat
"

***

Sepulang sekolah, Samuel langsung menjalankan motornya ke arah sebuah pemakaman. Di tangannya sudah terdapat bungga kesukaan dari Lisa—Mamahnya.

Samuel tersenyum sesampainya di samping makam Lisa. Samuel mengusap batu nisan yang bertulisan Lisa Ambarwulan. Ia berjongkok.

Samuel menarik napasnya dalam-dalam. Lalu, tersenyum tipis. Senyum yang tidak pernah ia perlihatkan.

"Mah, apa kabar?" Samuel bertanya sambil mencabut rerumputan yang mulai tumbuh di atas gundukan tanah makan Lisa.

"Maaf, Uel baru berkunjung lagi." Samuel menaburkan bunga yang ia bawa. "Banyak hal yang mau Uel ceritain ke Mamah."

Setelah menabur bunga kesukaan Mamahnya. Samuel tersenyum sangat sambil mengusap batu nisan. Ia seperti berhadapan langsung dengan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia.

"Papah dan Kak Marchel datang." Kepala Samuel tertunduk. "Papah minta aku untuk kembali lagi ke rumah neraka itu."

Angin segar seolah menyampaikan pesan Samuel. Samuel mengusap batu nisan bertuliskan nama sang Mamah. Andai saja beliau masih ada.

"Uel mesti gimana, Mah?" tanyanya dengan nada lirih. "Apa Uel harus memaafkan kesalahan mereka?"

Isakan pelan mulai terdengar, Samuel mengusap batu nisan sang Mamah. Ia berusaha menguatkan diri.

Hembusan angin segar menerpa kulit Samuel. Seolah Mamahnyalah yang sedang menyentuh dirinya. Samuel merasakan kehadiran Lisa.

Memori saat-saat bersama Lisa berputar seperti roda. Samuel kecil yang selalu menangis, lalu Mamahnya mengusap air matanya. Samuel rapuh, lalu Mamahnya menguatkan dirinya.

Namun, semua itu sudah tidak bisa diulang kembali.

Mamahnya sudah pergi. Samuel kecil sudah tidak memiliki pegangan hidup. Samuel rapuh. Berdiri tegab seolah hidupnya baik-baik saja.

Samuel rindu semua hal tentang Mamahnya. Pelukan serta usapan lembut. Hal yang sekarang tidak lagi Samuel dapatkan.

Hati kecilnya menjerit. Kerapuhan nampak dikedua mata coklatnya. Punggung tegap itu tidak lagi mampu menampung kerapuhan Samuel. Ia lemah.

Isakan memilukan terasa menyayat siapa saja yang mendengarnya. Kelemahan yang tidak pernah ia perlihatkan di hadapan dunia. Samuel harus memasang wajah baik-baik saja.

Tarikan napas, lalu menghembuskannya secara perlahan. Memejamkan mata sejenak. Lalu, membayangkan wajah cantik wanita yang sudah melahirkannya.

"Ada yang mau Samuel ceritakan." Samuel tersenyum kecil sebelum bercerita. "Mamah pasti seneng dengernya."

Helaan napas terdengar berat keluar dari bibir Samuel. "Mah, ada seseorang yang mampu membuat Samuel merasakan kehadiran Mamah. Dia... cantik."

Samuel membayangkan wajah cantik nan manis Kanna yang berputar dalam benaknya. Tawa dan senyum tulus Kanna seolah menghidupkan jiwa mati Samuel.

Samuel tersenyum membayangkan segala usaha Kanna untuk mendapatkan hatinya. "Namanya Kanna. Dia berhasil membuat Samuel merasakan kehadiran Mamah. Cinta dan ketulusan Kanna membuat Samuel luluh. Apa Mamah merasakan ketulusan Kanna?" Pertanyaan Samuel terbawa angin.

Samuel tersenyum tipis. Kanna sudah mencuri setengah hatinya. Merampas semua hal dalam diri Samuel. Dan, berhasil membuat Samuel merasakan ketulusan.

TENEBRIS Where stories live. Discover now