BAB 37

183 22 0
                                    

"Bukan materi yang diinginkan seorang anak, melainkan perhatian dari orangtuanya."

***

Lanna dan Chandra keluar dari ruang persidangan setelah hakim memutuskan untuk menunda perceraian keduanya. Sejaktadi Chandra menghela napas karena tidak terima dengan keputusan hakim.

Lanna memperhatikan segala gerak-gerik Chandra sejak keluar dari ruang persidangan. Nampak ada rasa kesal dari wajah Chandra karena perceraian tertunda.

Jika boleh meminta, Lanna tidak pernah ingin sebuah perceraian sebagai jalan keduanya berpisah. Keputusan yang telah Chandra buat sudah melukai perasaannya.

Hampir tujuh belas tahun lamanya ia dan Chandra bersama. Selama itu pula tidak ada pertengkaran yang terjadi, atau kesalahpahaman.

Baik Chandra atau Lanna sama-sama menghargai privasi masing-masing. Namun, karena kesibukan membuat keduanya jarang bertemu dan berkomunikasi.

Chandra seorang pengusaha sukses yang telah banyak melahirkan cabang-cabang diberbagai belahan dunia membuat dirinya jarang ada waktu bersama keluarga. Begitu juga Lanna, ia harus mengurusi bisnis mending kedua orangtuanya.

Faktor itulah penyebab Chandra dan Lanna merasa cinta sudah hilang seiring kesibukan keduanya. Hanya pekerjaan yang sekarang menjadi hal paling penting menurut keduanya.

Lanna berdehem. "Mas?" panggilnya.

Chandra hanya bergumam. "Apa sebaiknya kita perbaiki hubungan ini?" ucap Lanna.

Chandra langsung menoleh pada Lanna. "Maksud kamu?"

"Aku pikir kita udah terlalu banyak melukai perasaan Kanna. Apa perceraian ini mampu membuat Kanna bahagia?" Lanna menundukan pandangannya. "Aku merasa ini salah."

"Kanna sudah dewasa, dia pasti paham," balas Chandra. "Ini gak salah sama sekali, justru keputusan kita akan membuat Kanna merasa bebas."

Lanna kembali menatap Chandra. "Jadi, menurut kamu ini benar?" Lanna menatap Chandra tidak percaya.

"Kamu gak pernah paham apa yang selama ini Kanna rasakan, karena kamu egois. Selama ini Kanna terluka, dia gak pernah bahagia. Apa kamu tau hal itu?" Lanna mengeleng tidak percaya.

"Aku sebagai seorang Ibu merasa gagal. Aku gagal membahagiakan putriku sendiri. Aku terlalu mementingkan urusan pribadi daripada Kanna!" Air mata Lanna turun membasahi pipinya.

Melihat Lanna menangis membuat Chandra merasa hatinya tersentil. Tidak pernah ia melihat Lanna menangis begitu histeris.

Apakah selama ini ia sudah menjadi sosok seorang Ayah yang baik untuk Kanna? Apakah selama ini Kanna bahagia dengan segala fasilitas yang ia berikan?

Selama ini ia hanya mementingkan bisnis dan bisnis tanpa perduli apa yang selama ini Kanna butuhkan. Sekejam itukah selama ini ia menyiksa Kanna?

Chandra pikir Kanna bahagia dengan fasilitas yang telah diberikannya. Sudah berulang kali ia mengabaikan Kanna. Berulangkali juga selalu memutuskan sesuatu tanpa mengaja perasaan Kanna.

"Selama ini Kanna gak bahagia?" tanya Chandra dengan suara tercekat. Chandra mengusap wajahnya. Ia menyesal karena telah membuat Kanna terluka.

"Aku gagal menjadi sosok Ayah yang baik untuk Kanna," lirih Chandra.

Mendengar menuturan Chandra, Lanna mengeleng. Ia kemudian mengusap sisa air mata yang mengalir. "Kita sama-sama bukan orangtua yang baik untuk Kanna. Kita berdua gagal."

Chandra menatap lama Lanna. "Harusnya kamu sebagai sosok Ibu mampu membahagiakan Kanna! Tugas kamu di rumah, mengurus rumah tangga dan Kanna! Bukan menjadi pembisnis!" bentak Chandra.

TENEBRIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang