1 | cari jodoh

16.1K 868 66
                                    

"Dari Bu Sobari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dari Bu Sobari." Aku menaruh undangan pernikahan berbungkus plastik di atas meja ruang keluarga. Mama dan adikku—Ola—sedang duduk berdampingan di sofa depan teve.

"Si Eneng nikah, Kak?" Tanya Ola dengan mata membulat sempurna.

"Iye. Masa Bu Sobarinya yang nikah lagi. Dia, kan, baru nikah lagi kemarin." ucapku seraya menjatuhkan tubuh ke sofa. "Ih, ternyata si Bu Sobari kemarin mendadak nikah gitu karena nggak mau dilangkahin anaknya, ya, ma? Kacau banget. Padahal, kan, dia udah pernah. Kok masih tetap nggak mau kalah gitu?"

Mama berdecak seraya memutar kedua bola matanya. "Tertarik kamu, Qi, ngomongin nikahan orang? Kalau mama tanya soal nikahan kamu, langsung pura-pura kejang."

"Kejang beneran itu, ma." Ola belagak berbisik lalu terkikik. "Eneng bukannya baru lulus, kak? Lebih tua aku, kan, daripada dia. Kok udah nikah aja?"

"Yah, begitulah. Anak jaman sekarang, kan, kalau capek hidup maunya nikah aja. Mungkin mereka tahu, kalau nikah itu artinya hidup mereka langsung kelar."

Ola langsung tergelak geli sedangkan mama langsung melotot. "Hush! Kamu, tuh, ngomong asal bunyi wae! Kamu jangan bikin mama pusing, atuh! Mama khawatir lihat kamu. Boro-boro mau nikah, bawa pacar aja nggak pernah. Si Ola ini udah 25, lho. Bentar lagi minta kawin dia pasti—"

"Emang iya, La?" Aku mengangkat alis dan menatap Ola.

Sebelum Ola menjawab, mama langsung memutar badannya, menatap Ola dengan sorot mata penuh ancaman serta tepukan di paha. "Tong cicing waé, atuh! Bilang sama kakaknya kalo kamu udah ada rencana nikah!"

"Seriusan kamu?" Mataku sontak membeliak.

Raut wajah Ola berubah nggak nyaman. "Aku sama Adit, kan, udah pacaran 5 tahun, kak. Pasti ada rencana nikah, lah. Ya, tapi belum tahu kapan. Mama aja, nih, lebay!"

"Intinya, Qi, kamu jangan main-main lagi, lah. Cepet cari pasangannya! Mama nggak mau nanti kamu dilangkahin sama Ola!"

"Emang kenapa, ih?" Wajahku memberengut.

"Malu, lah! Lagian bisa makin jauh nanti jodoh kamu. Kumaha?" Sahut mama dengan muka meringis.

"Halah, mitos!" Sanggahku sambil mengibaskan tangan di depan muka.

"Hiiiih," Mama mengerang sebal.. "Udah, lah. Pokoknya buru-buru sana kamu cari pacar. Kamu udah mau 28, lho! Masa belum nikah juga? Itu si Bu Sobari anaknya udah nikah semua—bahkan yang lebih muda dari kalian berdua kayak si Eneng aja udah mau nikah! Jangan sok sibuk kerja aja, lah."

"Ih, si mama. Bukannya bangga punya anak pada sukses jadi wanita karir." sahutku.

"Halah, kamu juga karir gitu-gitu aja. Sukses apanya?"

Jleb! Punya mama gini amat. Omongannya nggak ada filter-filternya pisan. Nusuk banget sampe ke sukma.

"Masih jadi cungpret, kan?" Aku mengerutkan alis karena bingung—mama tahu dari mana kata cungpret? "Mama tahu, ya, Qi. Kamu kerja juga masih gitu-gitu aja. Kamu, kan, nggak yang ambisius-ambisius amat sama kerjaan. Jadi jangan jadiin kerjaan sebagai alasan, lah. Pokoknya buruan cari pacar, bawa ke rumah, abis itu buruan nikah! Kalau lama-lama, ntar kamu jadi perawan tua!"

Aku mingkem. Bukan karena malas berdebat, tapi emang nggak tahu juga mau jawab apa. Nyatanya semua doktrin dan stigma yang ada di sekitarku sudah merasuk hingga ke sanubari dan pikiranku. Aku juga berpikiran yang sama, punya kekhawatiran yang sama, tapi nggak tahu gimana solusinya.

Semua orang tua kebanyakan sering banget nuntut anaknya cepat-cepat nikah, cepat-cepat punya anak. Nggak mikir kalau kita—anak-anak mereka—juga sebenarnya pengennya begitu! Namun apa daya takdir berkata sebaliknya.

Sekedar informasi, aku bukan tergolong dalam cewek-cewek feminis yang ingin menentang semua doktrin dan stigma itu. Kenyataannya ... aku juga pengen banget nikah, woy!

Masalahnya ... orang tua, tuh, tahu nggak, sih, kalau cari jodoh nggak segampang ngerebus mie instan yang 5 menit jadi?

"Teman-teman kamu juga udah pada nikah semua itu. Si Icha anaknya udah bisa manjat rak piring, Shalitta sekarang lagi hamil. Kamu? Buruan, deh, Qi! Sebelum kamu makin tua, nanti nggak ada yang mau!"

Masalahnya ... orang tua, tuh, tahu nggak, sih, kalau sejak aku masih muda belia aja nggak ada juga yang mau sama aku?!

Ya Tuhan. Kok hidupku gini amat, ya? Seperti yang kurang nista aja sampai harus dinista-nistakan sama mama sendiri juga. Secara tidak langsung mama baru saja melemparkan kenyataan bahwa hidupku benar-benar stagnan dan tidak ada pencapaian.

Karir mandek. Asmara juga apek.

Dengan mulut manyun, aku beranjak berdiri dengan menghentakkan kaki seperti anak kecil.

"Lah, lah, lah. Mau kemana orang lagi diajak ngomong?" tanya mama begitu melihatku nyelonong pergi.

"Cari jodoh di Tokopaedi!"



—————❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹—————


author's note: haiiiiii, cerita ini akan beda isinya dari yang pernah aku post. Aku masih nulis dan rombak sana-sini. Jadi, aku tydack punya jadwal update fufufufu. Aku post ini karena kerjaan kantorku sedang sepi kalau akhir tahun, makanya punya waktu nulis. Yeay! Tapi nggak tahu apakah bisa mengalir deras ide cerita Lemons ini karena sungguh sangat sulit ditulis :") 
Makasih buat yang udah sabar dan selalu baca cerita akuh. I love you, i want you, i need you kalau kata JKT48 <3

Lemons✔️Where stories live. Discover now