11 | lain daripada yang lain

3.4K 481 57
                                    

"PAGI! PAGI! PAGI!"

Sontak semua orang menoleh ke sumber suara dengan dahi mengernyit.

Terlihat Reksa dengan kemeja biru navy serta tas laptop yang menyilangi tubuhnya baru saja memasuki akuarium. Jam masih pukul setengah 9 alias jam kantor baru saja dimulai, tapi lengan kemejanya sudah digulung hingga siku meski dasinya masih terlihat rapi. Rambutnya yang memiliki french crop style tertata dengan baik, dan ketika ia lewat, buset wanginya kayak iklan parfum.

"Guuuyss!" Serunya dengan suara lantang sambil berjalan ke arah mejanya. "Kenapa singa tak seperti harimaaau?"

Aku dan Acid saling bertatapan dengan dahi berkerut, sedangkan Davina dan Ci Novi hanya geleng-geleng kepala karena sudah malas meladeni tebak-tebakan Reksa setiap dua hari sekali.

"Karenaaa ... Singa itu lion daripada yang lion! HAHAHAHAHA." Tawa Reksa menggelegar sendiri seperti hari-hari biasanya. Sedangkan, yang lain hening hanya menatap Reksa dengan tatapan malas.

Melihat hal itu, aku langsung berdiri sambil bertepuk tangan tinggi-tinggi ke kanan dan ke kiri, mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama.

Namun, sayang, nggak ada yang mau juga.

"Bravo! Emang cuma ada dua hal yang bisa bikin akuarium hening dalam sekejap, guys," ucapku kepada orang-orang satu ruangan. "Pertama, tebak-tebakan garingnya Reksa. Kedua—"

Pintu masuk akuarium menjeblak terbuka dan, "Pagi, pagi."

"—Pak Ibra." Gumamku pelan hampir tak terdengar saat Ibra berjalan melewati tempat dudukku dengan langkah yang tegas dan cepat. Aku belagak menunduk hormat, lalu buru-buru duduk dengan senyum kaku dan palsu.

Semua orang mengerahkan seluruh tenaga yang mereka punya untuk tidak tertawa.

Tak lama kemudian, terdengar telepon diangkat dari ruangannya. Mendadak jantungku kembali berdegup lebih cepat dan tak beraturan. Biasanya aku sial banget yang begini-begini. Bahkan Acid dan Ci Novi juga langsung melirikku dengan senyum tertahan seakan tahu bahwa aku lagi-lagi bakal dapat jackpot.

Telepon di meja Davina berdering dan wanita itu langsung menjawab tanpa halo. "Ini Davina, Pak. Bapak mau nelpon saya bukan?"

"Loh? Bukan!" Jawab Ibra yang terdengar kesal hingga dapat didengar satu ruangan.

Davina menaruh gagang teleponnya dan menatap ke arah semua orang yang memandangnya dengan tawa tertahan. Wanita itu hanya geleng-geleng kepala.

Sial. Belum bisa tenang aku kalau begini caranya!

Kali ini telepon di meja Ci Novi berbunyi. "Good morning, Novi speaking." Jawab wanita itu dengan senyum lebar masih mengarah ke arahku seakan yakin 1000% bahwa Ibra tidak mencari dia.

Sialnya, hal itu terbukti benar karena tanpa bicara sepatah katapun, sambungan telepon langsung diputus oleh Ibra.

Ci Novi tertawa geli tanpa suara.

Aku mulai panik. Firasatku semakin buruk, sumpah!

Ketika telepon Acid berbunyi, bulu kudukku merinding! Pasalnya, letak tempat duduk orang-orang yang ditelepon Ibra makin lama makin dekat denganku! Ini rasanya seperti menunggu peluru tepat sasaran dan akhirnya ajal menjemput!

"Acid ini, Pak! Bapak nggak butuh saya!" Jawab Acid lantang ketika mengangkat telepon Ibra.

Suara gagang telepon yang dibanting terdengar dari ruangan Ibra. "Qiandra!!! Kamu gonta-ganti extension, ya?! Kenapa salah sambung terus!"

Bangsaaat!

Ci Novi, Acid, Davina serta semua orang menahan tawa seperti menahan hajat pagi. Wajah mereka sampai merah semua!

Lemons✔️Where stories live. Discover now