Aku, tuh, punya banyak banget tempat-tempat yang aku pengen kunjungi. Tahu, kan, inspirasi tempat cantik dan seru yang seliweran di Instagram buanyak banget sampai kita udah nggak bisa bedain yang mana yang beneran rekomendasi dan yang mana yang endorse.
Setiap lihat postingan tempat-tempat yang terlihat seru dan lucu di Instagram, aku cuma bisa berujung nge-save. Tanpa pernah tahu kapan aku bisa ke sana.
Semakin umurku bertambah, kan, circleku malah semakin kecil. Banyak yang sudah nikah jadi susah diajak pergi karena sibuk ngurusin suami atau anak, katanya. Jadi, aku nggak ada teman buat ke sana.
Nah, sekarang ... aku punya Ali.
Sekarang aku punya pacar yang bisa kuajak untuk mengunjungi setumpuk bucket listku yang sudah lama cuma jadi list.
Enaknya punya pacar. Hihi.
"Qi! Pelan-pelan!"
Teriakan Ali tak kuhiraukan sama sekali. Langkahku malah makin lincah dan cepat mendekat ke air terjun. Dengan kaki telanjang, aku memijak bebatuan di bawah air terjun Curug Ciismun agar bisa lebih dekat dengan tumpahan air itu.
"Qi! Nggak usah terlalu deket!"
"Iyaaa!" Jawabku sambil tertawa tapi masih tetap melangkah ke sana. Aku berhenti lalu berbalik. "Fotoin, dong!" Pintaku dengan kedua tangan terangkat.
Ali buru-buru mengeluarkan ponselnya lalu mengambil fotoku yang nggak berasa sama sekali saking cepatnya. "Udah! Buruan, sini!"
Aku mencebik manyun. "Awas aja kalau fotonya nggak jelas! Capek-capek aku trekking 1 jam, awas aja fotonya kayak foto anak gen Z burem-burem shaky gitu!"
Ali tertawa. "Iya, ulang! Cepet, gaya yang cantik!"
Senyumku kembali terukir lebar. Dengan berbagai gaya, Ali memotretku berkali-kali seperti instagram boyfriend. Walaupun dia membawa ransel yang berisi makanan dan peralatan piknik, Ali nggak ngeluh sama sekali dan bersedia all-out mengambil fotoku sampai jongkok-jongkok segala.
Setelah puas main air dan foto-foto—sendiri dan berdua kayak orang pacaran pada umumnya—akhirnya aku menjauh dari air terjun. Ali mengulurkan tangannya agar aku bisa berpegangan. Sempat aku hampir terpeleset karena licin dan Ali dengan sigap langsung buru-buru menangkapku. Tangannya memeluk tubuhku dengan erat. Wajahnya panik sampai melotot sedangkan aku malah ngakak.
"Bahaya banget, sih, kamu! Jangan gitu, ah! Kelewat berani!" Gerutu Ali yang tampaknya masih kaget.
Melihatnya, aku malah tertawa. "Wah, gila. Kamu bakal cocok banget sama mama. Lebay!"
"Ih, dibilangin!"
"Kamu aja yang parno!"
"Only the paranoid survive."
"Iya, iya, pak tua."
"Waaaah ..."
"Peaceeee!" Aku terkekeh sambil mengangkat dua jari. "Udah, ah, jangan marah-marah—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemons✔️
ChickLit[Bukabotol #3] Aku yakin, aku lagi menghadapi quarter life crisis versiku di umur 27 tahun menuju 28 tahun. Melihat pencapaian anak-anak muda jaman sekarang, bikin level insecureku semakin melesat. Masa mereka umur 22 udah punya mobil sendiri? Rumah...