4 | mana Zora dengan zero akhlaknya?

7.5K 684 117
                                    

author's note: buat yang udah baca bagian ini, lebih baik baca ulang karena memang ada yang aku ubah-ubah. Mostly isi dialog sih. Jadi ... selamat membaca dan happy new year!


***


Coba, coba coba! Sebutkan apa yang kalian lakukan—para jomlo—di penghujung minggu. Kalau aku? Kelayapan ke mal. Sendirian!

Biarin orang bilang pathetic, tapi menurutku ini therapeutic!

Setelah lima hari berkutat dengan segala ambisi tanpa tujuan, aku menolak untuk menggantungkan kebahagiaanku pada sebuah status yang membuatku jadi susah hura-hura.

Biarin nggak ada teman jalan-jalan, yang penting aku bahagia meski sendirian!

Merdeka!

"Lo ngapain di sini?"

Aku yang sedang melihat-lihat sweater di Pull & Bear langsung menoleh.

Astaga. Zora lagi, Zora lagi. Tuhan, bisa yang lain dulu nggak, sih?

Aku melanjutkan cuci mataku tanpa benar-benar menghiraukan kehadirannya. "Jalan-jalan aja. Bosen di rumah."

"Sendirian?" senyumnya melengkung jahil.

"Emang kenapa?" Aku sontak defensive. "Gue seneng ngabisin waktu sendirian. Me time."

Zora mencibir. "Me time apa karena nggak punya gandengan?"

"Kaya lo punya gandengan, aja! Lo sendiri ngapain di sini? Mana gandengan lo?" tantangku sewot.

"Nggak ada. Orang gue ke sini karena kewajiban," Zora mengedikkan bahu. "Tadi abis nge-drop nyokap doang buat ketemu sama temennya di Union. Sekarang mau pulang."

"Halah, alasan. Nge-drop doang itu lo nggak parkir. Nggak turun dari mobil," ledekku. "Ini sampe masuk-masuk Pull & Bear segala."

"Ya, itu, kan, kalo emak lo anak gaul yang hafal seluk beluk mal. Emak gue kagak! Jadi kudu dianterin sampe bener-bener ketemu temen-temen arisannya. Kalau nggak, nyasar!" kilahnya. "Udah kepalang masuk mal, ya, lihat-lihat bentar, lah."

"Iya, percaya aja deh, Zor. Gih, dah, pulang sana." usirku seraya berjalan ke bagian t-shirt tanpa mempedulikan Zora di belakangku.

"Eh, mumpung ketemu lo, temenin gue makan, lah. Laper, nih." pinta Zora yang ternyata malah mengikutiku.

"Nah, kan. Alasan lo emang, jomlo!" seruku jengkel.

Zora berdecak. "Udah, lah, sesama jomlo nggak usah sok jual mahal!"

"Gue jomlo terhormat, coy!" tegasku tak mau disama-samakan dengan dirinya.

"Jomlo tetaplah jomlo. Jangan suka merendahkan jomlo lain. Sangat tidak bijaksana," ucapnya sambil memutar kedua bahuku untuk mengarah ke pintu keluar. "Siapa tahu si jomlo ini kelak menjadi pelepas status jomlo lo, kan?"

Aku mengedikkan bahu, melepaskan diri dari rangkulannya sambil mendengkus. "Freak lo."

Candaan basi, dan aku sebal banget dengarnya.


***


Selayaknya ketidakpedulianku bila harus ke mal sendirian di penghujung minggu, aku pun juga tidak peduli jika pada akhirnya harus menghabiskan me time yang terganggu bersama Auzora Eka Rahagi. Dia sudah menjadi tandemanku sejak setahun yang lalu saat dia pindah kerja ke kantornya yang sekarang.

Lemons✔️Where stories live. Discover now