5 | rejeki cungpret sabar

5.8K 587 67
                                    

"Dooooh! Si Mbak Puji ini bisa nggak, sih, nggak bikin runyem?" gerutuku ketika melihat email yang baru saja masuk ke dalam kotak pesan. "Kenapa sih masalah kaya gini doang harus CC si beha?"

"Woy, mulut, woy!" celetuk Reksa yang duduk di kubikel belakangku.

"Itu, kan, beha lo pake tiap hari, Qi. Lo nggak jadi kebayang-kebayang apa, lo pake bapak buat menyangga dada lo tiap hari? Nggak risih?"

"Ewww!!!" Mendengar ucapan Acid, membuatku refleks memekik geli.

Ci Novi yang duduk di sebelahku langsung meringis. "Gue dengernya langsung ngeremeng satu badan!"

"Gue langsung merasa ternistakan!" celetuk Davina dari ujung.

"Gue merasa beruntung nggak perlu make barang haram itu!" Yoga menambahkan dengan nada tinggi.

Tawaku meledak. Lebay banget, dah, semuanya. Perkara beha doang langsung kompak amat.

"Abisnya dia, kan, penuh inovasi dan kreasi. Siapa tau suatu hari nanti dia berhasil berinovasi dengan teknologi, mirip-mirip Steve Jobs gitu, Cid. Kalau Steve Jobs punya iPhone, doi punya iBra." ujarku sambil membusungkan dada dan menggerakan kedua tangan di samping payudaraku.

Kompak semua tertawa.

"Inovasi dalam upaya membuat kita tipes dan darah tinggi. He'em. Setuju, sih, nek." Ci Novi mengangguk beberapa kali sembari menipiskan bibir.

"Doi sama beha sama-sama kaya penjara, sih. Bikin sesek." sahut Acid yang langsung membuatku tertawa geli.

"Aku nggak pernah lihat bentuk beha, tante! Aku polos! Aku nggak kebayang apa yang sesek!" Reksa berseru heboh sambil menutup telinganya dengan kedua tangan.

"Preeet!" sorak semuanya bersamaan.

Dengan obrolan nggak jelas begitu saja, ruangan yang tadinya sepi kaya kuburan mendadak ribut. Saling memberikan celetukan dan hinaan kepada yang mulia iBra yang sedang tidak ada di tempatnya. Makanya kami semua bisa seenak jidat ghibahin dia.

Tapi secepat suasana bergemuruh riuh karena mulut-mulut ember dari penghuni akuarium, secepat itu pula suasana mendadak kembali hening ketika pintu akuarium terbuka dan the devil walks in.

Beberapa orang yang masih mangap karena tertawa terbahak-bahak, mendadak pura-pura menguap. Radini anak reporting yang sedang bercanda di meja Yoga langsung belagak bahas kerjaan padahal ranah pekerjaan mereka nggak ada nyambung-nyambungnya.

Begitulah kalau Ibra ada di tempat. Keceriaan kami mendadak lenyap.

Langkah kakinya tegas dan mantap menuju ruangannya di ujung. Pintunya yang jarang tertutup membuat kami semua merasa diawasi seharian penuh. Kami pun juga bisa mendengar apa saja yang terjadi di dalam ruangannya itu. Dari omelan, candaan garing hingga kriyuk-kriyuk dari mulutnya kalau lagi ngemil JetZ cokelat.

Udah setua itu makannya JetZ. Dasar freak!

Shit. Aku mendengar suara gagang telepon di ruangannya terangkat. Mau nelpon siapa itu orang?

Kemudian telepon di meja Reksa berdering.

Hhhh ... selamat. Kukira manusia itu mau memancing emosiku lagi.

"Ke ruangan saya." ucapnya cepat setelah Reksa mengangkat gagang telepon, dan secepat itu pula Ibra menutup teleponnya bahkan sebelum Reksa mengucapkan sepatah pun kata.

"Mimpi apa gue semalam sampai hari ini harus bertandang ke Serambi Neraka?" dumel Reksa sambil mengambil notebook dan pulpennya.

Satu hal. Ibra nggak suka kalau kita datang berdiskusi dengannya tidak membawa alat tulis. Dia nggak suka kalau kita nggak mencatat apapun yang dia katakan.

Lemons✔️Where stories live. Discover now