46 | slim shady

3.4K 501 218
                                    

Author's note (1): Ini 3k words lho, ghes! Jadi tolong bacanya diresapiiii, yang khidmat, dan dikomen lalu divote

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note (1): Ini 3k words lho, ghes! Jadi tolong bacanya diresapiiii, yang khidmat, dan dikomen lalu divote. Biar votenya nyampe 300 lagi kayak bab yang sblm ini! Yeaaayyy! Thanks yg msh mau ikutin cerita hidup Qiandra ~~~


***


Mataku benar-benar cuma 5 watt pagi ini. Bahkan aku baru sampai kantor jam 9 yang mana artinya aku telat setengah jam. Aku langsung duduk di mejaku begitu sampai di ruangan. Terdiam, tanpa menyapa siapa-siapa. Mataku menatap kosong komputer di hadapanku yang layarnya masih hitam. Tubuhku bersandar lemas seperti nggak punya tulang belakang.

"Qi!" Panggil Davina dari ujung.

Dengan nggak bertenaga, aku menoleh perlahan.

"Ibra nggak masuk hari ini." Ucapnya memberitahuku.

Aku tahu. Oleh karena itu, aku cuma jawab, "Oh."

Davina dan Ci Novi saling lihat-lihatan. Raut mereka berdua tampak kaget dan bingung, bercampur jadi satu.

"Tumben nggak seneng?" Tanya Ci Novi.

Ngapain aku senang kalau semalam aku nggak berhenti menangis?

"Jangan-jangan lo udah tahu, ya, kenapa Ibra nggak masuk hari ini?" Tuding Davina dengan dahi mengerut.

Aku menghembuskan napas panjang, lalu mengusap wajahku dengan lesu.

"Udah pasti, lah! Ibra pasti ngabarin Qian yang paling pertama!" Sambar Reksa dengan sangat yakin dan langsung disambut dengan kekehan jahil dari yang lain.

Yaaa ... nggak salah juga, sih. Aku memang yang paling pertama tahu, dan aku jadi orang pertama yang Ibra ... peluk.

Astaga. Aku kembali mengusap wajahku dengan frustrasi.

Semalam itu aku kesambet apa, sih?

"Katanya ibunya masuk rumah sakit, ya?" Ci Novi mencoba memastikan. Wajahnya terlihat prihatin.

"Iya." Aku menjawab pelan.

"Parah?"

Rasa sedih kembali membludak, memicu mataku untuk sekali lagi diselimuti rasa hangat.

"Koma." jawabku berusaha untuk terlihat biasa aja walaupun suaraku hampir bergetar.

Semua orang terkesiap kaget. Davina sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan karena terkejut. Melihat ekspresi semua orang, aku kembali diliputi rasa takut.

"Serius, Qi?" Acid yang sudah berdiri dari balik kubikelnya kini menatapku dengan mata membeliak lebar.

Aku hanya mengangguk lemah. "Doain aja."

"Mudah-mudahan nggak kenapa-kenapa, ya, mamanya." Sahut Yoga dari sebelah Acid.

"Aamiin." semua orang serempak mengamini.

Lemons✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang