44 | the illicit affairs

3.2K 434 102
                                    

"Mama saya emang kayak gitu, Qi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama saya emang kayak gitu, Qi. Dulu waktu saya masih jadi auditor, saya bisa nggak pulang. Nginep di kantor," cerita Ibra sambil tertawa. "Pas saya pulang ke rumah, mama saya udah ngeprint foto saya banyak banget terus ditempel di tembok-tembok kamar saya. Di fotonya ada tulisan 'Selamat datang Ibra anakku sayang. Akhirnya ingat pulang juga.'"

Tawaku menggelengar memenuhi lift yang hanya berisikan aku dan Ibra. "Demi apa?!"

"Serius. Nggak bohong. Masih ada yang saya simpen di kamar satu lembar."

Aku mengikik sampai sakit perut ngebayangin tingkah random mamanya Ibra. Lucu banget, sumpah!

"Lucu banget, sih, pak. Sayang banget sama mamanya bapak." erangku menahan gemas.

"Alhamdulillah, kalau udah sayang."

Aku berdecak kencang. "Kumat!"

Ibra tertawa pelan. "Lumayan. Langkah awal."

"Pak, lo mandi kembang, dah!" Seruku sambil mendorong bahu Ibra dengan kesal. Sedangkan Ibra hanya tertawa santai sambil mengusap-usap lengan kokohnya.

Denting lift menandakan kotak besi yang aku dan Ibra tumpangi akhirnya sudah sampai di lobi. Kami berdua berjalan beriringan hingga akhirnya tiba di teras lobi depan.

"Saya antar aja, lah. Udah malam." Ucap Ibra menawarkan tumpangan. Ia sudah menawarkan berulang kali dan aku terus menolak.

Aku menggeleng seraya menatap ponselku, hendak memesan taksi. "Nggak apa-apa. Nanti bapak kejauhan—"

Ibra berdecak. "Nggak masalah, Qi. Daripada kamu naik taksi. Udah malam."

Kepalaku menunduk menatap ponselku. Pikiranku berkecamuk.

Sebenarnya ... bukan itu masalahnya. Bukan.

"Ayo."

Aku melihat dari sudut mataku bahwa tangan Ibra hampir saja meraih tanganku kalau saja suara klakson yang terdengar tidak membuat kami sama-sama menoleh dan menghentikan apa yang hendak Ibra lakukan.

"Ali?" gumamku saat melihat mobil Ali berhenti di depanku dan Ibra.

Aku menatap Ali yang berada di balik kemudi, alih-alih menatapku, malah menatap lurus dan tajam ke arah Ibra. Begitu aku melirik ke arah Ibra, ternyata ia juga melakukan hal yang sama kepada Ali.

"Saya nggak tahu kalau pacar saya jemput." Ucapku pelan, entah mengapa merasa harus menjelaskan.

"Oh." Ibra menatapku lurus dan berusaha menyembunyikan kekecewaannya. "Oke. Hati-hati di jalan, Qi." Ucapnya cepat sebelum ia berbalik dan berjalan menuju parkiran.

Aku menatap punggungnya yang menjauh dan merasakan perasaan aneh merambati hatiku.

Setelah Ibra menghilang dari jarak pandangku, aku memasuki mobil Ali.

Lemons✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang