6 | ini bukan yang namanya 'meet cute'?

5.3K 518 51
                                    

Sekitar hampir sebulan yang lalu, aku pergi ke Malang naik kereta. Keluarga jauhku ada yang meninggal dan mama juga papa tidak ada yang bisa melayat karena sudah keburu ada acara dengan geng Jum'at Barokah—perkumpulan ibu-ibu dan bapak-bapak komplek yang suka berbagi nasi di depan masjid tiap selesai salat Jum'at.

Kupikir, ya, namanya juga orang baru ada yang meninggal, bisa dong mulut-mulut nyinyir orang direm dulu, gitu? Ternyata, mah, nggak! Bisa-bisanya, lho, pas aku lagi menyampaikan ucapan bela sungkawa terus beberapa anggota keluarga jauhku itu malah pada nanya, "Qiandra, udah nikah belum?" atau "Anaknya udah berapa?".

Astaga!

Pulangnya, di kereta, aku jadi merenungi hidup. Semua aspek dalam hidupku saat ini, aku review dengan rinci dan hati-hati dalam kepalaku.

Pertama, masalah karir.

Aku teringat pernah membaca sebuah artikel yang membahas tentang petuah Jack Ma mengenai how to be successful in your 20s, 30s, 40s and beyond.

Salah satunya, menurut founder Alibaba itu, before you turn 30 years old, follow somebodyfollow a good boss and join a good company to learn how to do things. Before 30 years old, it's not only which company you go to, it's which boss you follow because a good boss teaches you differently.

Dari advice itu aja, aku udah gagal. Salah jalan, karena sampai sekarang, bos yang kudapat tidak ada yang ingin aku ikuti. Ingin kusantet, yang ada, karena nyebelinnya setengah mati.

Aku merasa hidupku sekarang adalah hasil dari series of bad choices. Sesuai, sih, dengan life advice Jack Ma yang lain.

"Make enough mistakes. Don't worry! You fall, you stand up, you fall, enjoy it! You're 25 years old, enjoy the show!"

Cuma masalahnya, aku nggak tahu kesalahan macam apa yang bisa aku petik hikmahnya dan bisa membantuku untuk menjadi sesuatu? Bahkan aku aja masih belum paham passion-ku. Aku masih belum tahu mimpiku. Aku masih tidak tahu tujuan hidupku, dan aku juga belum kaya-kaya padahal sudah semangat kerja keras bagai kuda.

Aku juga masih sendiri di saat teman-temanku sudah menikah—which brings us to point number 2 yaitu asmara.

I'm almost 28 dan nggak pernah sekali pun aku pacaran! Why?! Segitu nggak menariknya, kah, aku? Huhuhu. Umurku semakin mendekati kepala 3 tapi jodohku belum juga kelihatan hilalnya!

I don't know what to do next. Semua terasa stuck—berulang, jalan di tempat.

Maybe this is what they call the quarter life crisis.

Semakin hari aku semakin kebingungan. Sedangkan waktu terus bergulir, tidak pernah bersedia berhenti untuk menungguku yang masih terus berpikir.

Kala itu, aku sedang menghela nafas panjang seraya menatap jendela. Hamparan sawah hijau berkelebat seiring cepatnya kereta yang aku tumpangi melaju.

Dalam hati, dengan penuh kerendahan diri, aku berdoa pada Tuhan. "Ya Allah, boleh nggak, satuuu aja aspek dalam hidupku, mengalami perkembangan? Kalau emang aku nggak bisa punya karir cemerlang karena kapasitas otak yang terbatas, boleh dong aku punya calon suami? Mukaku nggak jelek-jelek amat, kan?"

Lalu terdengar suara pria setelah doaku selesai.

"Dian, ya?"

Aku menoleh.

Ya Allah, langsung dijawab banget, kah, ini? Makasih!

Seorang lelaki sedang memandangku dengan kedua alis terangkat. Rambutnya hitam dan sedikit berantakan, meski tidak terlalu acak-acakan karena potongannya yang tidak panjang. Alisnya tebal dan tegas menukik memayungi kedua matanya yang terlihat tajam. Bibirnya kecil dan merah menggemaskan. Hidungnya mancung, dan rahangnya terlihat begitu tegas. Ada bulu-bulu halus dan kumis tipis di area wajahnya.

Lemons✔️Where stories live. Discover now