7 | makin tua, makin gampang baper

4.4K 474 26
                                    

Buat kita para cungpret ibu kota yang setiap harinya berkutat dengan jalanan macet serta penuh sesaknya transportasi umum Jakarta, apa lagi hal yang paling membahagiakan untuk dilakukan di hari Sabtu selain bangun siang, coba?

Orang-orang satu rumah udah paham betul bahwa mengharapkan aku bangun pagi di hari Sabtu sama saja seperti mengharapkan gaji naik setiap sebulan sekali—alias mimpi kali, ye.

Oleh karena itu, tidak ada yang berani menggangguku atau mencoba membangunkanku di Sabtu pagi.

Namun rupanya tidak semua orang paham. Sebab ada orang-orang menyebalkan yang tak peka sama sekali dengan common knowledge seperti ini dan memutuskan untuk merusak Sabtu pagiku dengan menelpon tanpa henti karena panggilannya tak kujawab daritadi.

Ponsel itu kembali berdering untuk kesekian kali dan aku mulai kehilangan kesabaran.

"Bangsat, Zora! Bacooot!" Teriakku seraya menendang selimut.

Dengan kesal aku beranjak duduk lalu mengambil ponselku di nakas sebelum kemudian menekan tombol hijau.

"Halo?" Suara Zora terdengar di seberang.

"Moshi-moshi, dengan Pizza Hot. Bisa saya catat pesanannya?" Jawabku ketus seraya bersandar ke headboard tempat tidur.

Zora tertawa ngakak di seberang. "Ibun, ngelindur?"

"Taik!" Rutukku dengan kesal. "Tolong cepat, ya, Pak. Saya masih banyak orderan lain, nih."

Zora terdengar semakin mengikik. Memang benar-benar anak ini. Udah menggangguku di Sabtu pagi, bukannya langsung to the point malah haha-hihi.

"Qiw-Qiw, lagi dimana, sayang?"

Mendengar jawabannya langsung membuat jantungku jeblos sampai perut. "Gue tutup, ya, Zor!"

Sialnya, laki-laki kurang kerjaan ini malah kembali ngakak. "Napaciii? Takut baper, ya, Qiw-Qiw?" Tanyanya sok imut.

"Kebetulan gue masih banyak kerjaan lain selain melakukan hal dongo kayak gitu, ya, Zor." sanggahku judes.

"Seperti ngilerin bantal dan rambut sendiri?" Ledeknya sambil tergelak geli.

"Gue tutup aja, lah. Nggak jelas banget, bangsat." Decakku semakin emosi.

Demi Tuhan! Sebenarnya ini anak mau ngapain, sih, nelpon aku hari Sabtu jam 8 pagi kayak gini?!

"Eeehhh! Jangan! Bentar dulu, kek. Galak amat!" Zora langsung berseru panik.

"Pulsa gue mahal!"

"Kan, gue yang nelpon!"

"Batere gue mau abis!"

"Emang, tuh, batere lo cemilin apa gimana?"

"Lo mau ngapain, bangsaaat?! Buruan, ah! Ini baru jam berapa? Lo ganggu beauty sleep gue!" Seruku semakin tak sabar. Sampai kapan manusia nggak ada juntrungan ini mau ngalor ngidul hingga mengorbankan waktu tidurku yang berharga, coba?!

"Iya, iya!" Mendengar raunganku, Zora buru-buru menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan ia menelpon—yang kemudian langsung membuatku naik pitam. "Temenin gue servis mobil, dong, Qiw!"

Aku memejamkan mata dan menggertakkan rahang-rahangku yang beradu menahan gemas. "Zor, demi Tuhan—"

"Gue lagi malas banget nunggu sendirian, Qi!" Potong Zora cepat-cepat karena ia tahu aku akan meledak. "Gue traktir Gyukaku, deh! Sumpah, nggak bohong ini, sih. Super duper serius."

"Lo pikir gue semurahan itu?" Tanyaku ketus.

"Emang nggak?" Zora terkekeh. "Lagian buffet, lho, Qi, gue nawarinnya. Nggak murah ini."

Lemons✔️Where stories live. Discover now