Sirius : 9. Afraid

7.4K 1.3K 415
                                    

Hari ini Chaeyoung sedikit terlambat untuk bangun. Ah, tidak. Gadis itu memang pingsan sejak semalam, dan pagi tadi baru saja sadarkan diri tanpa seorang pun tahu.

Kini, wajah gadis itu sangat lesu. Dia berjalan menuju ruang makan yang sepi karena semua penghuni rumah itu sudah menjalankan aktifitas masing-masing.

Di mansion itu, tinggallah beberapa pekerja serta Sora dan anak bungsunya. Pantas jika suasana sudah sepi. Terlebih Lisa yang biasanya selalu bersuara, kini hanya diam di ruang tengah bersama permainan Legonya.

"Terlambat bangun, Nak?" Sora datang dengan segelas susu putih di tangannya. Ia serahkan susu itu kepada sang anak, guna menjadi sarapan pagi Chaeyoung.

Kedua mata Chaeyoung yang semula terfokus pada sang adik, kini mulai teralihkan. Ia menatap sang ibu dengan sendu. Tidak mungkin jika Sora belum mengetahui pertengkarannya dengan Jennie semalam. Tapi yang menjadi sangat aneh adalah, ibunya itu tampak tenang.

"Eomma tak marah padaku?" tanya Chaeyoung ragu.

Ia bisa melihat Sora tersenyum tipis. Ibunya itu mulai meraih satu potong roti dan mengolesinya dengan selai blueberry kesukaan Chaeyoung.

"Eomma ingin bertanya pada Chaeyoung satu hal." Suara ibunya terdengar amat lembut. Tapi ia tahu ada keseriusan di dalamnya. Dan hal itu membuat Chaeyoung takut.

"Apakah Chaeyoung sudah lelah menghadapi Lisa?" Sora menggigit bibir bawahnya. Berusaha menyibukkan diri dengan menata kembali meja makan itu.

Keberadaan Lisa, tak selalu mereka senangi. Sora paham. Kadang kala, ketiga kakak Lisa pasti akan merasa lelah menghadapi tingkah Lisa yang berbeda. Bahkan tak jarang, Sora merasa kasihan dengan ketiganya karena selalu meladeni Lisa dengan keterpaksaan di saat mereka lelah.

Sora memang selalu mementingkan Lisa di atas segalanya. Tapi dia juga tetaplah ibu dari Jisoo, Jennie, dan Chaeyoung. Walau tak terlihat, ia selalu memperhatikan ketiga anaknya yang lain.

Keadaan Lisa, tentu adalah sebuah beban. Terlebih pada ketiga anaknya yang kini sedang menginjak masa remaja. Dimana seharusnya mereka menghabiskan waktu di luar bersama teman sebaya. Bukan mengurus Lisa yang selalu banyak mau.

"Eomma paham. Kondisi Lisa tak selalu membuatmu senang. Dia---"

"Aniyo! Aku tidak lelah, Eomma. Sampai kapan pun." Dengan cepat Chaeyoung memotong ucapan sang ibu.

Demi apa pun, yang ia katakan kemarin bukanlah isi hatinya. Ia hanya emosi sesaat, dan ia mengaku hal itu tentu salah besar. Karena tidak bisa mengendalikan diri, Lisa tersakiti olehnya.

"Aku menyayangi Lisa, Eomma. Sampai kapan pun. Bahkan... Nyawa bisa ku berikan agar ia bisa tetap tersenyum. Aku sungguh menyayanginya, dan aku menyesal menyakitinya kemarin." Mendengar penuturan Chaeyoung, Sora tersenyum haru.

Dipeluknya tubuh yang sudah berbalut seragam sekolah itu dengan lembut. Mengusap kepala sang anak. Merasa bangga karena memiliki Chaeyoung yang bisa menerima adiknya. Menyayangi adiknya, melebihi apa pun di dunia ini.

"Kalau begitu, minta maaf pada adikmu. Dia pasti sangat sedih karena kau marahi kemarin." Sora berujar sembari merapikan rambut sang anak.

Chaeyoung menurut. Dia meninggalkan meja makan dan melangkah menuju ruang tengah. Dimana kini Lisa sedang duduk di karpet dengan wajah serius, menatap Legonya yang Chaeyoung tak tahu berbentu apa.

"Lisanya Chaeyoung Unnie." Panggilan itu membuat Lisa mendongak. Tanpa sadar, gadis berponi itu menjauhkan dirinya dari sang kakak.

Bayang-bayang kemarahan Chaeyoung kembali ia ingat dengan baik. Bagaimana kata-kata kasar itu terlontar, yang sebenarnya tak pernah Lisa dapat dari Chaeyoung sebelumnya.

SiriusWhere stories live. Discover now