Sirius : 2. Star

9.8K 1.5K 469
                                    

Matahari mulai memberikan suasana pagi yang indah. Tak ada awan kelabu, dan cuaca begitu cerah. Membuat semangat muncul untuk menjalani hari dengan baik.

Tapi tampaknya itu tak berarti untuk anak ketiga Kang Haneul. Wajahnya amat kusut saat mendatangi meja makan. Bayangkan saja, dia baru tertidur satu jam karena mengerjakan tugas dengan mode kilat. Dan ketika bangun, kepalanya berdenyut hebat. Dia benar-benar mengutuk gurunya yang telah memberikan soal begitu banyak.

"Eoh, kemana semua orang?" ketika sampai di meja makan, Rosé justru terheran saat mendapati meja makan tak berpenghuni. Namun melihat keadaannya, bukan dia yang terlambat. Namun belum ada yang ada kesana selain dirinya.

Rosé mengedikkan bahu acuh. Dia memilih meraih segelas susu bagiannya. Namun ketika hendak meminumnya, gelas itu justru terlepas dari tangan kirinya.

Rosé mendengus. Tangannya sudah kelelahan karena melakukan kerja diluar batas tadi malam hingga pagi ini. Dan karena tak mendapati satu maid pun disana, Rosé berjongkok untuk membereskan pecahan gelas itu.

"Lisa ingin bantu!"

Adik bungsunya muncul dengan langkah riang. Melihat Rosé yang hendak membereskan pecahan gelas, Lisa mendekat karena ingin membantu.

"Diam disana, Lisa-ya. Jangan mendekat. Nanti kau terluka." Suruh Rosé tanpa mengalihkan pandangannya dari pecahan gelas yang sedang dia kumpulkan.

"Tidak mau." Sekarang, gadis berponi itu sudah berjongkok di hadapan Rosé. Mengulurkan tangannya ingin ikut melakukan apa yang sedang Rosé lakukan.

"Unnie bilang jangan mendekat!"

Rosé mendorong bahu Lisa gara menjauh sembari mengeluarkan bentakan marah. Dan Lisa yang menerima itu merasa takut dengan kedua mata mulai berkaca-kaca. Ketahuilah, ini kali pertama sang kakak berlaku kasar padanya.

"Chaeyoung-ah, kenapa membentak Lisa? Kau bisa bicara dengan halus." Jisoo datang dan langsung membawa Lisa ke dalam pelukannya. Tampak sekali jika gadis berponi itu ketakutan.

"Aku sudah melakukannya! Tapi dia tak mau mendengar! Bagaimana jika dia terluka?" Rosé berseru kesal. Saat melihat manusia mulai berdatangan dan salah satu di antara mereka adalah maid, Rosé segera bangkit. Meraih tas ranselnya dengan kasar lalu meninggalkan ruang makan itu.

Melihat kelakuan Rosé, Jisoo tentu heran.
"Ya! Apa kau memiliki darah tinggi? Kenapa jadi marah-marah?"

.........

Aroma obat-obatan, suara tangisan, raut khawatir. Kang Haneul selalu melihat itu setiap hari. Dia adalah seorang Dokter spesialis kanker di rumah sakitnya sendiri. Rumah sakit bertaraf international dengan berbagai cabang yang sudah mendunia.

Awalnya, lelaki itu selalu diremehkan ketika tak ingin mengikuti jejak sang ayah menjadi pembisnis. Tapi Haneul mematahkan semua persepsi itu. Karena sekarang kekayaan lelaki itu bahkan melebihi kakaknya yang selalu merendahkan dia.

"Lee Junghoo. Waktu kematian, 8 Juli 2020. Jam 10.24 KST." Haneul membuka maskernya setelah mengatakan itu. Memandang sendu tubuh seorang pemuda berusia dua puluh enam tahun yang meninggal karena kanker paru-paru.

Inilah hal yang paling dia benci. Ketika harus mengucapkan waktu kematian pasiennya sendiri. Padahal nyatanya, dia sudah berusaha sangat keras untuk mempertahankan nyawa pemuda itu. Tapi Tuhan berkehendak lain.

"Biar aku yang memberitahu keluarga pasien. Kau bisa beristirahat, Dokter Kang."

Haneul mengangguk saja. Seharusnya dia tak perlu repot-repot untuk langsung menangani pasien sepergi ini. Di meja kerjanya, sudah banyak tugas berupa dokumen yang menumpuk. Hanya saja, sedari awal dia yang menangani pemuda itu.

SiriusWhere stories live. Discover now