Sirius : 15. Butterfly

8.1K 1.4K 364
                                    

Seekor kupu-kupu hinggap di bunga mawar yang ada pada balkon kamar itu. Satu-satunya tanaman yang selalu Chaeyoung rawat dengan baik. Bahkan ia tak rela ketika sang ibu hendak memindahkan bunga mawar merah muda itu ke taman mansion.

"Kau sedang berteduh ya?" Suaranya mengalun dengan lembut, terdengar samar karena tenggelam oleh suara hujan yang mulai deras.

Pagi ini, langit tidak bersahabat. Ia terus menurunkan hujan dan membuat aktivitas manusia terhalang. Padahal saat ini adalah waktu dimana manusia-manusia itu untuk berangkat sekolah mau pun bekerja.

"Apa terbang itu menyenangkan?" Sekali lagi, Chaeyoung bertanya pada kupu-kupu putih itu. Walau ia pun tahu bahwa sang kupu-kupu tak akan menjawab.

Helaan napas terdengar kasar. Akankah ia bisa sekuat kupu-kupu yang rapuh itu? Akankah ia bisa tetap mempertahankan bentengnya agar tak runtuh?

Memikirkannya selalu membuat Chaeyoung takut. Tapi sedetik pun, ia tak pernah berpikir untuk mengeluh. Biarlah mereka memandang dirinya yang selalu kuat. Bukan dirinya yang rapuh seperti kupu-kupu itu.

Bergerak dari tempat duduknya, Chaeyoung hendak menyentuh kupu-kupu itu. Namun seketika dia teringat akan sesuatu saat menatap bunga kesayangannya.

"Ah! Bukankah aku memiliki janji pada Lisa untuk mengajarkannya menggambar bunga?" Chaeyoung bergumam, lalu bangkit dari duduknya.

Baru saja tubuh itu melewati pintu kamarnya, telinga Chaeyoung sudah berdengung mendengar teriakan-teriakan dari lantai bawah.

Tangannya bahkan masih menyentuh knop pintu. Tidak sempat melepaskan karena tubuhnya mendadak kaku setelah mendengar kalimat yang menyakiti hatinya.

"Apa kau berhak menyakiti Jennie? Kau tak berhak! Bahkan seujung kuku pun, kau tak berhak menyakitinya! Tapi kenapa kau tega memukulnya? Hanya karena dia memiliki impian?" Suara Sora terdengar sangat jelas.

Jujur saja, saat ini jantung Chaeyoung berdetak dua kali lipat. Mungkin jika dia memiliki penyakit jantung, Chaeyoung akan langsung jatuh pingsan saat ini juga.

Dia sama sekali tidak bisa percaya, bahwa ayahnya yang terkenal penyayang mampu melukai Jennie. Selama hidup, Chaeyoung bahkan tak pernah melihat ayahnya itu marah pada anak-anaknya.

"M-Maaf Sora-ya. A-Aku tidak bisa mengendalikan diri. Aku takut. Aku takut dia pergi. Dan ketika itu, sesuatu yang buruk terjadi pada Chaeyoung dan Lisa. A-Aku hanya---"

"Persetan dengan alasanmu itu! Jennie berhak melakukan apa pun! Chaeyoung dan Lisa adalah tanggung jawab kita. Bukan Jisoo atau pun Jennie." Sora memotong ucapan suaminya dengan penuh emosi.

"Biarkan Jennie pergi ke Amerika! Biarkan dia meraih impiannya. Jangan kau suruh dia tetap disini, hanya karena Chaeyoung san Lisa sakit."

Sedangkan di atas, Chaeyoung bisa melihat ibunya kini tengah menangis walau wanita itu sedari dari memekik marah. Bisa Chaeyoung rasakan, betapa sakit hatinya Sora karena sang anak harus disakiti oleh orang yang ia cintai.

Kedua tangan Chaeyoung mengepal. Dari percakapan singkat itu, Chaeyoung sudah paman akan permasalahan yang ada.

Jennie berniat pergi ke Amerika untuk melanjutkan pendidikan disana dengan jurusan impiannya. Namun Haneul tidak setuju dan justru memukul Jennie saat gadis berpipi mandu itu melakukan perlawanan.

Satu alasan yang membuat Haneul tak rela melepaskan Jennie. Lelaki itu takut Chaeyoung ataupun Lisa merasa sedih atas kepergian Jennie dan akan memperburuk keadaan keduanya.

Tapi sungguh, Chaeyoung tak bisa seegois itu. Dia akan membiarkan kakaknya meraih impian itu. Dan ia pun yakin, Lisa akan melakukan hal yang sama. Walau berat nantinya.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang