Sirius : 18. Space

6.4K 1.3K 433
                                    

Siapa sangka, saat itu adalah terakhir kali Chaeyoung bisa mengajari ia menggambar bunga mawar. Karena saat pagi hari, dimana malamnya mereka baru saja bertamu dari rumah sang kakek. Lisa benar-benar tidak bisa bermain dengan Chaeyoung lagi.

Sudah dua minggu terhitung, Chaeyoung sangat jarang keluar dari kamarnya. Lisa hanya terkadang melihat Chaeyoung yang ingin berangkat atau pulang dari kemoterapi.

Setelahnya, Lisa tidak bisa bertemu. Lisa terlalu takut karena seringnya suara Chaeyoung berteriak. Teriakan itu bukan berupa amarah, tapi pelampiasan rasa sakit di tubuhnya.

"Arrghhh!"

Seperti saat ini, suara itu terdengar sampai ruang tengah. Dimana Lisa sedang berkutat dengan krayon dan kertasnya.

Gadis itu menelan salivanya susah payah, saat ada dua tangan yang menutup telinganya. Ia mendongak, lalu mendapati sosok Jisoo yang tersenyum tipis.

Dalam diam, Lisa kembali melanjutkan kegiatannya. Menggambar sebuah bunga mawar yang tampak berantakan.

Selama ini, Lisa tidak pernah bertanya mengenai Chaeyoung yang berubah. Tapi Jisoo tahu, jika dibenak adiknya itu banyak sekali pernyataan yang tertahan.

"Unnie, pakai ini saja." Jennie mengenyahkan kedua tangan Jisoo dari telinga Lisa. Lalu memasangkan sebuah airpods pada telinga sang adik yang kini mengalunkan sebuah musik klasik.

Keduanya saling pandang. Kakak beradik itu sudah berusaha keras agar Lisa tak teralihkan dari dunianya. Sikap acuh Lisa ini, sebenarnya sangat mereka syukuri. Karena dengan begini, Lisa tak akan sedih ketika melihat keadaan Chaeyoung.

Jisoo dan Jennie bahkan rela memedam kekhawatiran mereka pada Chaeyoung dan hanya sesekali menengok adiknya karena harus menjaga Lisa.

Tanpa sadar, melanggar janji yang terucap dulu. Dimana keduanya sudah berjanji tersirat untuk terus berada di sisi Chaeyoung dan membagi rasa sakit.

..........

Hidup yang ia jalani begitu samar. Bahkan Chaeyoung tak tahu kedepannya akan bagaimana. Saat ini, yang ia lakukan hanya berusaha untuk bertahan hidup selama mungkin.

Sembuh? Itu bukan tujuan utamanya lagi, karena ia pun tak tahu hal itu dapat terjadi atau tidak. Ia sudah tidak mempedulinya. Ia... Sudah putus asa?

Dihadapan cermin kamar mandi, sudah berkali-kali Chaeyoung menghela napas. Dia lelah menjalani hidupnya saat ini. Tapi di lain sisi dia juga tak bisa menyerah. Ada hati yang harus ia jaga. Ia tak mau menambah sebuah kesedihan, setidaknya saat ini.

Mengangkat sebuah gunting yang ada di tangan, perlahan Chaeyoung mulai memotong rambut blondenya. Karena ia rasa percuma mempertahankannya. Rambut itu sudah sangat menipis, akibat kemoterapi yang ia jalani selama dua bulan ini.

"Sini, Unnie bantu." Sebuah tangan mengambil alih guntingnya.

Chaeyoung hanya bisa pasrah melihat Jennie yang mulai memotong rambutnya perlahan. Jika diingat, terakhir kali ia bertemu sang kakak adalah tiga hari lalu. Itu pun tak sampai sepuluh menit.

Yang dia tahu, setiap pulang sekolah Jennie mau pun Jisoo memang harus bersama Lisa. Karena ayah mereka yang harus bekerja serta sang ibu yang lebih banyak bersama Chaeyoung.

"Apa Lisa akan mentertawakan penampilanku nanti?" Chaeyoung bertanya dengan kekehan lucu. Berusaha mencairkan suasana.

Tapi siapa sangka, ucapan itu justru menjadi luka untuk Jennie. Kalimat Chaeyoung sangat menyadarkan Jennie, bahwa adiknya kini sudah tak sama lagi seperti yang dulu.

"Semoga dia tidak mengira kepalaku ini adalah bola."

Seharusnya, Jennie tertawa mendengar lelucon adiknya. Tapi kenapa ia justru masih terdiam? Padahal susah payah Chaeyoung mengatakan kalimat itu untuk membuat kakaknya tertawa.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang