Sirius : 25. Become A Friend

3.6K 789 88
                                    

Gemerlap cahaya yang ada di langit nyatanya tak membuat sebagian orang meresa senang. Lebih tepatnya mereka tak pernah peduli jika langit malam ini cerah atau kelabu.

Pukul dua belas malam, di lorong bangsal VVIP itu tampak sepi. Jennie bersandar pada dinding, memandangi ibunya yang tampak putus asa di hadapannya.

Jennie sendiri tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia masih terkejut dengan apa yang tejadi pada Chaeyoung beberapa menit lalu.

Awalnya, Jennie hanya pergi sebentar ke kamar mandi untuk buang air kecil. Tapi saat kembali ke kamar rawat adiknya, suasana disana sudah kacau. Ibunya terus meneriaki nama Chaeyoung yang saat itu mengalami kejang hebat.

Sampai akhirnya Sora dan Jennie di tarik oleh salah satu perawat agar mereka menunggu di luar. Sedangkan di dalam sana Haneul tampak berusaha untuk membuat kondisi Chaeyoung membaik.

Suasana yang semula sepi, kini terpecahkan oleh derap langkah kaki. Tubuh Jennie menegak, saat menangkap sosok Jisoo tengah berlari sembari menggandeng Lisa yang ketika itu masih mengenakan piyama tidur dengan memeluk boneka beruang.

"Bagaimana..." Ucapan Jisoo menggantung. Ia mengacak rambutnya frustasi. Karena tahu saat ini belum ada kepastian mengenai kondisi Chaeyoung.

Kebetulan, ia dan Lisa memang belum tertidur. Jadi saat Sora mengabarinya mengenai kondisi Chaeyoung, ia langsung mengajak Lisa. Mengabaikan adik bungsunya yang kebingungan.

Sampai saat ini, Lisa masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Gadis itu tak pernah ada dalam situasi ini. Sekuat apa pun Lisa berusaha memahaminya, ia tak mampu.

Tapi untuk bertanya, Lisa rasanya sungkan. Ia melihat raut wajah semua orang yang tampak asing. Ia takut tak akan mendapatkan jawaban pasti jika tetap bertanya.

Dia hanya berusaha diam, dan menurut ketika Jisoo mengajaknya duduk di sebuah kursi panjang. Ia kembali bingung. Kenapa mereka tak langsung masuk jika ingin menemui Chaeyoung.

Pintu ruangan itu terbuka. Ayahnya keluar dari sana, dengan raut wajah yang kembali tidak Lisa mengerti. Kenapa semua orang harus berwajah seperti itu?

"Jennie-ya, bisa ajak adikmu pergi sebentar?" pinta Haneul pada Jennie yang semula masih berdiri dengan sandaran dinding.

Jennie mengerti jika pembicaraan mereka tak bisa di dengar oleh Lisa. Walaupun mungkin Lisa tak akan mengerti, tapi Lisa pasti akan bertanya-tanya.

"Lisa-ya, ayo ke ruangan Appa. Disana banyak permen."

Mendengar sesuatu yang disukainya, Lisa mengangguk antusias. Ia tak lagi memusingkan suasana di sekitarnya. Memilih ikut bersama Jennie yang kini menggandeng tangannya.

Punggung Jennie dan Lisa mulai tak terlihat, di saat itulah Haneul duduk di samping Jisoo. Ia raih tangan anak sulungnya itu, lalu di usapnya dengan lembut sembari memberikan senyum hampa.

"Appa dan Eomma belum mengatakan ini pada kalian," ujar Haneul yang kemudian menatap Sora.

"Chayoung, dia sudah ada pada stadium 3B." Mendengarkan penjelasan sang ayah, Jisoo memilih terus diam.

Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini adalah kabar buruk. Tapi melihat situasi yang ada, Jisoo menahan untuk berteriak.

"Appa tidak bilang akan menyerah. Appa masih akan memperjuangkan hidup adikmu." Haneul tampak menggigit bibir wajahnya ketika air matanya sudah mengalir lebih dulu.

"Yang perlu Jisoo tahu, ketika bangun nanti mungkin Chaeyoung tidak akan sama lagi. Apakah Jisoo mau menerima itu?" Suara ayahnya bergetar, dan mengangguk adalah satu-satunya yang Jisoo bisa lakukan saat ini.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang