Sirius : 4. Piano

7.3K 1.4K 628
                                    

Tengah malam, ketika dia baru selesai membaca sebuah buku pelajaran. Tiba-tiba rasa mual itu muncul. Menghilangkan seluruh kantuk yang semula Chaeyoung rasakan. Dia memuntahkan seluruh hasil makan malamnya tadi.

"Huek~ Huek~"

Gadis blonde itu meremas perutnya. Rasa mual itu tak kunjung hilang. Padahal sekarang tubuh gadis itu sudah lemas bukan main. Kepalanya berdenyut, kakinya seakan bergetar, dan keringat sudah membanjiri seluruh tubuhnya.

"Huek~"

Lima belas menit dia merasakan mual yang menyiksa itu. Setelah membasuh wajahnya dengan air, Chaeyoung memilih duduk di atas closet karena seakan tak kuat berjalan menuju ranjangnya.

"Apa lambungku bermasalah karena jarang makan siang?" gumam Chaeyoung serak.

Kebiasaan gadis itu saat jam makan siang memang memilih selalu berada di perpustakaan. Chaeyoung sungguh gila akan buku. Dia sangat terobsesi untuk menjadi seperti ayahnya yang hebat. Tapi tak sadar mengorbankan kesehatannya sendiri.

Walaupun satu sekolah, Jennie tak bisa selalu mengawasi sang adik. Sekolah mereka sebenarnya terbagi menjadi dua gedung. Walaupun berdampingan, mereka akan merasa lelah jika menghampiri satu sama lain karena terlalu luas.

Jika tak sempat mengunjungi adiknya, Jennie selalu mengirimkan Chaeyoung pesan untuk jangan melupakan makan siang. Tapi gadis blonde itu selalu mengabaikannya.

"Ah, seandainya aku bisa sukses tanpa sekolah." Gerutu Chaeyoung kesal.

Walaupun pintar, jujur saja Chaeyoung adalah remaja biasa yang bisa lelah menjalani rutinitas menjadi seorang siswa. Berangkat pagi, bertemu materi dan tugas, sesampainya di rumah pun harus belajar dan mengerjakan tugas rumah.

"Seharusnya saat di pantai kemarin, aku meminta rumah sakit saja pada Appa." Chaeyoung bangkit. Berjalan dengan lunglai keluar dari toilet. Dia harus tidur, jika besok ingin merasa lebih baik.

..........

Pagi-pagi sekali, Jisoo merasa heran karena mencium aroma mawar di hidungnya. Membuka mata perlahan, gadis itu hampir terlonjak karena terkejut melihat keberadaan Lisa yang kini sedang tersenyum lebar sembari mengarahkan setangkai mawar merah tepat di wajah Jisoo.

Menelan salivanya susah payah, Jisoo menerima bunga yang dia yakini Lisa petik dari taman mansion. Lalu ketika adiknya hendak pergi, Jisoo segera menahan lengannya.

Sejak pulang sore kemarin, Jisoo memang memilih berdiam di kamar. Absen dari makan malam bersama karena butuh waktu untuk meredam kekesalannya yang kembali muncul. Alhasil, dia tak bertemu dengan Lisa.

Bunga ini, entah kenapa Lisa selalu memberikannya pada Jisoo ketika dia sedang merasa sedih. Sebenarnya bukan hanya pada Jisoo. Tapi Jennie dan Chaeyoung juga.

Hanya dengan senyuman lebar. Tanpa satu kata pun bunga itu terjulur. Seakan Lisa datang, hanya untuk menyembuhkan luka kakaknya. Memberikan penerangan di kala gelap menyapa mereka.

"Kau pasti tau Unnie sedang sedih, Lisa-ya." Jisoo melirih membuat Lisa memiringkan kepalanya dengan pandangan bingung.

"Peluk Unnie, Sayang. Unnie membutuhkanmu sekarang."

Jisoo menarik tubuh adiknya itu untuk dipeluk. Menghirup aroma manis khas milik Lisa. Tapi tak lama, ada sesuatu yang membuatnya tertegun. Baru saja, Lisa menepuk punggungnya lembut. Seakan memberi ketenangan pada orang yang sedang sedih.

"Lisa---"

"Lisa mau susu!" Tiba-tiba, Lisa melepaskan pelukan kakaknya dengan paksa. Berlari keluar dari kamar Jisoo begitu saja dan berteriak memanggil Ibu mereka untuk meminta jatah susu cokelat paginya.

SiriusWhere stories live. Discover now