Sirius : 17. Candy

6.3K 1.2K 313
                                    

Sembari memeluk boneka beruangnya, Lisa dengan riang turun dari mobil milik ayahnya. Gadis yang satu itu memang sangat suka jika sedang keluar rumah.

Sedangkan ketiga kakaknya yang lain berbanding terbalik. Mereka memasang wajah masam saat tiba di kediaman Jaegun dan istrinya.

Ingatan mereka mengenai makan malam terakhir yang terjadi disana, masih sangat jelas. Rasa sakit hati pun masih ada, ketika sang kakek harus memojokkan ayahnya serta mengatakan Lisa idiot.

Dengan langkah lunglai, ketiganya mengikuti sosok Sora dan Haneul memasuki mansion. Tapi tampaknya, Lisa memiliki tujuan yang berbeda.

Ia justru melangkah ke arah yang tidak dilewati oleh keluarganya. Lisa dengan wajah penasaran mulai mendekati sebuah kolam ikan besar milik sang kakek.

Bukan ingin melihat ikan, tapi Lisa terpaku pada sosok Seulgi yang terduduk sendirian dengan tatapan kosong.

Semakin mendekat, kedua mata hazel itu mengerjab. Ia dengan cepat duduk di samping Seulgi dan membuka tas selempangan kuning cerahnya.

"Kenapa dengan anak idiot ini---"

Ucapan Seulgi terhenti saat Lisa meraih tangannya. Tak hanya itu, Lisa juga dengan serius berusaha menutupi luka Seulgi dengan benar menggunakan plaster bergambar Olaf.

"Seul Unnie. Eomma bilang, luka itu harus disembuhkan. Jika dibiarkan saja, tak akan sembuh." Lisa mengatakan itu dengan tatapan polosnya.

Sejenak, Seulgi merasa terhipnotis dengan tatapan itu. Tapi tak lama, ia segera sadar dan menepis tangan Lisa dari jemarinya.

"Tahu apa kau idiot." Seulgi kembali memandang ke depan.

Permasalahannya tak akan bisa dimengerti oleh orang seperti Lisa. Tapi mengapa Tuhan menghadirkannya? Mengapa hanya Lisa satu-satunya orang yang menghampiri Seulgi saat dia sedang terpuruk begini?

Sibuk berkutat dengan pikirannya, Seulgi terkejut ketika sebuah tangan ada di hadapan wajahnya. Menyodorkan satu batang permen loli berwarna kuning.

"Jangan bersedih."

Seulgi tidak pernah mendapati dimana pun, selain pada mata Lisa tatapan tulus itu. Beginikah rasanya dihargai sebagai manusia? Tapi kenapa harus Lisa.

"Ini permen terakhir Lisa yang tersisa. Tidak apa untuk Unnie saja." Karena Seulgi tak kunjung meraih permennya, Lisa meletakkan makanan manis itu di telapan tangan Seulgi.

"Seul Unnie, mau Lisa beritahu sebuah rahasia?" Senyumannya, Seulgi kenapa mendadak suka melihat itu?

"Jangan menangis. Karena jika Unnie menangis, Unnie terlihat jelek." Menyengir lebar, Lisa bangkit dari duduknya lalu berlari memasuki mansion sang kakek. Meninggalkan Seulgi yang merenung. Menatap punggung Lisa yang menghilang dibalik pintu.

..........

"Aku tidak mengajarkanmu untuk durhaka pada kakakmu!"

Baru saja Lisa menginjakkan kaki di ruang makan, suara bentakan itu membuatnya terkejut bukan main. Kedua mata polosnya mengerjab, sampai sebuah tangan meraih lengannya dengan lembut.

"Ayo kita lihat bintang di luar saja." Lisa tidak mengerti dengan apa yang terjadi, tapi ia ikut saja saat Jennie menariknya kembali keluar dari mansion.

Haneul pun sudah menduga apa yang terjadi ketika ia memutuskan mendatangi makan malam itu. Ia sudah menduga, bahwa sang ayah akan menyalahkannya walau disini posisinya benar.

"Kau memang tidak pernah mengajarkanku apa pun kan? Aku bahkan ragu, jika aku memang anakmu." Kedua tangan Jaegun mengepal mendengar penuturan anak bungsunya.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang