Sirius : 21. Her Question

7K 1.1K 160
                                    

Tujuan Jennie saat ini adalah mencari ayahnya. Ia berjalan kesana kemari, namun sulit sekali menemukan sosok itu. Padahal ia sudah tak bisa menahan lagi untuk mengeluarkan seluruh isi kepalanya sekarang.

Sampai beberapa menit terbuang, akhirnya ia bisa melibat sosok Kang Haneul sedang berada di tengah ruang UGD. Tampak menjalankan perannya sebagai Dokter, melakukan resusitasi jantung paru untuk seorang pasien tak sadarkan diri.

"Lakukan CT Scan. Setelah itu berikan hasilnya padaku."

Jennie melihat tubuh ayahnya itu menjauh dari sang pasien. Membuat Jennie tak bisa menundanya lagi untuk menghampiri Haneul.

"Appa, ada yang ingin aku bicarakan." Jennie menahan lengan Haneul, ketika ayahnya itu hendak beranjak entah kemana.

"Jennie, Appa sedang---"

"Ini lebih penting. Tolong dengarkan aku." Jennie dengan cepat memotong ucapan sang ayah.

Menghela napas, Haneul memilih mengangguk. Memperbolehkan Jennie bicara, dan menahan dirinya untuk tidak melakukan pekerjaan sejenak.

"Keluarkan Lisa dari sekolahnya." Rahang Haneul hampir saja terjatuh ketika mendengar penuturan anak keduanya.

Apakah Jennie sedang bercanda? Oh ayolah. Lisa belum lama memasuki sekolah khusus itu. Belum banyak juga hal baik yang anaknya terima. Tapi tanpa sebab yang jelas Jennie menginginkan adiknya itu berhenti sekolah.

"Sekolah itu baik untuk Lisa. Dia bisa berkembang---"

"Dia bisa mati." Lagi, untuk kedua kalinya Jennie memotong ucapan sang ayah.

"Alasan dia kambuh kemarin, karena teman sekolahnya. Appa, di luar sana terlalu bahaya untuk Lisa. kita tidak bisa mengawasinya, dan hal seperti kemarin bisa saja kembali terjadi."

Bibir Haneul kelu. Tubuhnya merasa kaku, saat menyadari jika pilihannya selama ini salah. Ia adalah seorang Dokter yang hebat dan pintar, tapi mengapa ia sulit sekali memahami anak-anaknya?

Beberapa waktu belakangan pula, ia menyadari jika sikapnya kian berubah. Ia menjadi mudah emosi, dan tak jarang melampiaskannya pada sang anak. Merasa dirinya sudah menjadi orang tua terbaik, tapi kenyataan bicara sebaliknya.

Ia masih kurang. Ia masih harus belajar banyak. Karena semakin hari, cerita hidupnya sulit sekali ditebak. Ia hanya takut, suatu saat tak bisa mengatasi masalahnya sendiri.

"Appa akan mengurusnya." Haneul mengalah, tak lagi ingin berdebat dengan Jennie. Ia pikir, Jennie lebih tahu yang terbaik untuk Lisa. Kenyataannya, memang seperti itu.

Selama ini, ia memaksa Lisa pergi ke sekolah untuk setidaknya mengembangkan sifat mandiri. Ia berpikir, tak selamanya semua orang bisa mengurus anak itu.

Haneul hanya berharap, Lisa bisa melakukan beberapa hal tanpa bantuan orang lain. Tapi keinginannya itu justru berakibat fatal. Ia membuat Lisa harus kembali menyambangi gedung putih dengan berbagai aroma obat itu.

"Appa," panggil Jennie lirih, ketika Haneul tak lagi bersuara.

"Jangan takut. Jika semua orang meninggalkan Lisa, aku akan tetap ada di sisinya. Aku akan mengurusnya dan tak membiarkannya sendiri." Menelan salivanya dengan susah payah, kepala Jennie menunduk dalam.

"Aku tahu apa yang ada di pikiranmu. Jadi... Jangan pernah khawatirkan itu. Suatu saat, aku... Adalah satu-satunya orang yang ada di dekatnya sampai duniaku atau Lisa berakhir." Itu adalah janji tersirat Jennie.

Haneul beralih mengusap kepala anak keduanya itu. Setidaknya, kalimat Jennie membuat Haneul sedikit lega. Karena kemungkinan besar, beberapa orang mungkin tak akan bisa berada di sisi Lisa terus menerus seperti biasa. Suatu saat, ada sosok yang lebih membutuhkan kehadiran mereka dan mungkin tanpa sadar meninggalkan Lisa.

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang