Sirius : 10. Reality

7.5K 1.4K 418
                                    

"Kanker otak."

Dua kata yang keluar melalui bibir seorang Im Siwan mampu membuat tubuh Haneul bergetar. Ia menelan salivanya susah payah, lalu meraih tangan istrinya untuk digenggam.

"Seperti yang anda lihat. Sudah stadium 3." Dokter Im kembali bicara, yang membuat kepala Haneul semakin ingin pecah.

Pria itu tersentak, saat merasa air matanya turun. Lalu ditatapnya sang istri yang kini sudah menangis. Karena siapa orang tua yang tak akan terpukul karena sang anak menderita sakit parah.

"Aku menyarankan---"

"Biar aku yang menangani anakku sendiri. Aku... Akan menjadi Dokternya." Haneul memotong ucapan Dokter Im.

Seorang Dokter yang memutuskan menangani keluarganya sendiri adalah larangan. Maka dari itu, saat tiba di rumah sakit bukan Haneul yang memeriksa Chaeyoung.

Namun pria itu tak bisa melepaskan nasib anaknya kepada orang lain. Dia ingin berusaha sendiri, sekuat yang ia bisa untuk menyelamatkan sang anak.

"Tapi Dokter---"

"Aku akan membuatnya sembuh. Dengan tanganku sendiri." Haneul menekankan setiap kata miliknya, lalu menarik tangan Sora untuk keluar dari ruangan Dokter Im.

Baru saja sampai beberapa langkah dari ruangan Dokter Im, tubuh Sora melemas. Ia meluruh ke lantai, menangis sejadi-jadinya disana.

"Pasti karena aku yang tidak pernah memperhatikannya. Aku ibu yang bodoh, Haneul-ah."

Menghela napasnya, Haneul berjongkok dan memeluk sang istri. Ia sudah menduga bahwa Sora akan menyalahkan dirinya sendiri. Mengingat wanita itu memang sulit memberikan perhatian lebih pada ketiga anaknya yang lain.

"Anakku. Dari sekian banyak manusia, kenapa harus Chaeyoung?" Sora melirih. Hatinya sungguh sesak.

"Aku berjanji akan menyembuhkan Chaeyoung. Kau harus percaya padaku, hm?" Haneul berusaha menenangkan hati istrinya, walau ia pun sedang terpuruk sekarang.

"Stadium 3. Bagaimana kau melakukannya? Bukannya ia sudah sulit untuk sembuh?" Haneul memejamkan matanya erat.

Sora benar. Haneul bahkan mulai putus asa setelah melihat bagaimana kanker itu berkembang di kepala anaknya. Stadium tiga, mustahil sekali jika bisa sembuh. Apalagi melihat lokasi tumor ganas di kepala anaknya yang sulit dijangkau dengan operasi, Haneul rasanya ingin mati saja.

"Percaya padaku, aku mohon." Haneul mulai ikut terisak. Masa bodo dengan beberapa orang yang memperhatikan mereka.

"Dia harus sembuh. Dia harus meraih impiannya. Menjadi Dokter yang hebat untuk Lisa." Sesak rasanya, ketika mengingat bagaimana kerasnya perjuangan Chaeyoung untuk impiannya selama ini.

Tak jarang gadis itu selalu pergi ke ruang kerja ayahnya. Bahkan ia betah berdiam disana seharian untuk membaca berbagai buku tentang kesehatan, terlebih jantung.

"Chaeyoung pasti bisa sembuh. Ia akan menjadi Dokter untuk Lisa. Itu adalah janjinya. Aku... Tidak akan membiarkan ia melupakan janjinya, Sora-ya."

..........

Tidak ada yang bisa meramal kematian. Rahasia yang benar-benar tertutup rapat oleh Tuhan, dan tak akan bocor sedikit pun kepada hambanya.

Dahulu, Chaeyoung selalu berdoa untuk memanjangkan umur adiknya. Ia begitu takut, jika ditinggal mati oleh Lisa. Karena Lisa adalah cahayanya, dia tak bisa hidup tanpa Lisa.

Tapi sekarang, dia bahkan takut pada hidupnya sendiri. Kanker otak, dimana ia sendiri pun tak yakin bisa sembuh. Bahkan untuk bertahan lama pun, Chaeyoung ragu.

SiriusWhere stories live. Discover now