Sirius : 46. Tears

3.9K 826 73
                                    

Ada begitu banyak hal yang ia sesali selama hidup. Tapi rasa sesal itu tak akan mengembalikan semua hal yang telah hilang. Manusia hanya bisa meratapi, tanpa tahu bagaimana kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahannya.

Seulgi terlambat. Ia paham akan hal itu. Seandainya dia bisa memahami Lisa sejak awal, mungkin akan ada banyak kenangan yang bisa ia buat.

Seulgi lemah. Seluruh perasaannya hancur berkeping-keping. Ia tak tahu harus menatanya seperti apa agar kembali utuh seperti semula.

Orang yang membuat perubahan terbesar di dalam hidupnya, sudah divonis sebentar lagi tak bisa Seulgi temui. Apakah, jika orang itu hilang Seulgi akan bisa baik-baik saja?

Tapi, pantaskah ia merasakan itu? Lebih tepatnya, ia tak boleh merasa seperti itu sekarang. Karena tugasnya saat ini, adalah menghibur seseorang yang lukanya jauh lebih besar.

"Ini gila. Benar-benar gila. Bagaimana bisa Shinhye Imo menyuruh kami tidak melakukan apa pun pada Lisa?" Sudah sejak tadi, Seulgi mendengar Jisoo terus meracau.

Gadis itu sangat marah. Seulgi tahu. Kenyataan yang mereka terima bukanlah hal sepele. Bagaimana caranya mereka bisa melepaskan sosok malaikat begitu saja?

"Unnie, aku harus bagaimana?" Jisoo meraih lengan Seulgi yang sedari tadi duduk di sampingnya tanpa bersuara.

"Aku... Bagaimana bisa aku merelakan Lisa? Bagaimana bisa aku hidup tanpa cahayaku? Unnie, kumohon tolong aku."

Jisoo putus asa. Dirinya seperti sedang berdiri di ujung jurang yang sangat dalam dan terjal. Jika ia terperosok ke dalam aja, entah seberapa banyak luka yang terasa. Entah seberapa gelap yang ia hadapi nanti.

Selama ini, tak sekali pun ia berpikir akan kehilangan salah satu adiknya. Apalagi Lisa, yang selalu menjadi cahaya dikala Jisoo terpuruk. Lisa yang menjadi alasan Jisoo masih hidup hingga sekarang.

Jika ia sedih, siapa yang akan memberikannya bunga? Jika ia marah, siapa yang akan menggenggam ibu jarinya? Jika ia senang, siapa yang akan menerima banyak mainan darinya?

Hanya Lisa yang melakukan itu padanya. Jika Lisa hilang, bagaimana Jisoo melakukannya? Bagaimana ia bisa terima semua itu tak akan bisa ia lakukan lagi.

"Jisoo-ya, kau tahu bukan tugas Sirius itu apa?" Seulgi meremas bahu Jisoo. Tentu gadis itu pasti paham, karena yang menberitahu nama Sirius pertama kali pada Lisa adalah Jisoo.

"Tugasnya adalah bersinar paling terang di antara bintang lainnya. Bukankah sangat mengagumkan, Jisoo-ya?" Mengatakan itu, Seulgi tida bisa menahan air matanya.

"Tapi dibalik hal mengagumkan itu, Tuhan tidak membiarkan Sirius terlalu lama mengerjakan tugasnya yang berat." Ini bukan tentang Sirius yang ada di langit. Jisoo paham mengenai kalimat Seulgi yang berusaha menyadarkannya.

"Dia lebih cepat menghilang. Dia lebih cepat beristirahat dibandingkan bintang lainya." Tidak. Mengapa Jisoo harus membiarkan Lisa mengenal Sirius? Mengapa Jisoo harus membiarkan Lisa memiliki impian menjadi Sirius?

Jisoo tidak akan keberatan jika Lisa tak ingin bersinar dengan terang. Tidak apa-apa jika Lisa memilih untuk redup. Jika hal itu bisa membuat Lisa lebih lama bersamanya.

..........

Ruangan yang sangat dingin, dengan suara mengerikan dari peralatan medis menjadikan perasaan itu semakin tak karuan.

Tidak tahu sudah berapa lama Haneul duduk disana. Menggenggam tangan Chaeyoung, dengan terus menatap wajah anaknya yang dipasangi selang pada hidung dan mulut itu.

SiriusWhere stories live. Discover now