Empat

821 122 172
                                    

Zita duduk di kursi panjang bawah pohon beringin yang rindang

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Zita duduk di kursi panjang bawah pohon beringin yang rindang. Pohon itu berada di tengah-tengah sepetak tanah di area belakang kantin. Tempat yang biasanya dijadikan area merokok itu secara kebetulan tengah kosong sekarang. Tak ada satu pun orang selain dirinya dan Ridan.

Ridan memperhatikan Zita dengan seksama. Rambut bergelombang berwarna hitam tergerai sepanjang dada. Kaos putih dilapisi knit cardigan berwarna hijau arthicoke melapisi bahu hingga hampir menutupi seluruh tangan, menyisakan beberapa ujung jari saja yang bisa terlihat pandangan mata.

Sekali lihat saja Ridan tahu cara berpakaian gadis itu berbeda dengan gadis yang dicarinya. Zita yang sedikit casual dan feminim berbeda dengan Mila yang cenderung tomboy dan maskulin. Tapi kemiripan wajah di antara keduanya tentu tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Lo bener nggak kenal gue?" tanya Ridan to the point.

Zita menghela nafas. Sudah menduga bahwa Ridan mengajaknya bicara untuk menanyakan pertanyaan yang sama. "Gue nggak kenal sama lo. Kan, kita baru ketemu kemarin."

Dari cara Zita menjawab dan menatap matanya, Ridan tahu gadis itu berkata dengan jujur. Sorot matanya pun terasa berbeda dengan sorot mata yang selama ini dikenalnya. Benarkah Zita dan Mila adalah dua orang yang berbeda?

"Apa jangan-jangan lo punya kembaran? Sepupu yang mirip? Atau mungkin lo amnesia cuma nggak sadar aja?" Berondong Ridan dengan pertanyaan. Berusaha mematahkan jawaban yang sudah otaknya tetapkan. Walau sedikit, ia masih berharap Zita adalah Mila.

"Gue anak tunggal. Nggak punya kembaran, nggak punya kakak atau adik, plus nggak punya sepupu cewek," detail Zita. Ah, Zita lupa jika ia punya sepupu cewek yaitu Rita—kakak Teo—tapi gadis itu tidak ada kemiripan dari segi apapun dengannya. Jadi rasanya tidak perlu juga untuk dijelaskan. "Dan gue udah bilang, gue nggak amnesia."

Ridan menggaruk kulit belakang telinga meski tidak terasa gatal. "Masa muka lo pasaran, sih?"

Jawaban Ridan sungguh memantik emosi. Ia pasti sudah mengumpat atau memaki pemuda di hadapannya itu jika tidak ingat mereka baru saling kenal. Setelah kemarin ditanya perkara umur, sekarang wajahnya dibilang pasaran, lalu berikutnya apa lagi?

"Eh?" sergah Ridan dengan cepat menyadari raut kesal yang dipancarkan Zita. "Maksud gue, she had a memorable face, makanya gue heran kok lo bisa mirip sama dia."

"Apa segitu miripnya, ya?" Mata Zita menyipit, menyelidik.

Ridan mengangguk mantap. Tak ada keraguan akan hal itu. "Banget! Saking miripnya, gue lebih percaya kalau lo bilang, lo itu dia."

"Cewek lo?" tanya Zita yang tiba-tiba merasa penasaran.

Ridan menyeringai lalu memutar mata ke atas dengan mimik berpikir. "Gue berharapnya dia jadi kakak ipar gue, sih."

"Oh, pacar kakak lo?" Zita bertanya lagi, kali ini dengan mengangkat kedua alisnya.

Cowok di depannya itu mengendikkan bahu dengan tersenyum kemudian mengulurkan tangan ke hadapan Zita. "Ridan Argani. Kita belum kenalan."

"Zita. Vallen Zita Wibowo," jawab Zita membalas uluran tangan Ridan dengan memasang senyum ramah.

"Anaknya bapak Wibowo, ya?" kelakar Ridan.

"Oh, hell! Ini bukan jaman SD. Bukan jamannya ledek-ledekan pakai nama orang tua."

Ridan tertawa. "Gue cuma bercanda. Ehm ... well, gue sekalian mau bilang 'sorry' kalau dari kemarin mungkin gue terkesan annoying."

"Ya ... sedikit," jawab Zita sambil mengangkat sebelah tangan, mengisyaratkan jawaban dengan mendekatkan ujung telunjuk dan ibu jarinya. "But, it's ok! Gue juga mungkin akan melakukan hal yang sama kalau ketemu orang yang mirip teman atau saudara gue."

Ridan manggut-manggut menyetujui perkataan Zita. Setelahnya pemuda itu pamit pergi. Berjalan meninggalkan Zita yang masih belum beranjak dari tempat duduknya. Ekor matanya masih memperhatikan punggung Ridan yang berjalan menjauh. Tampak pemuda itu berlalu sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya hingga sesuatu yang berkilat-kemungkinan gantungan ponsel-terlihat jatuh tanpa Ridan sadari.

Mulut Zita terbuka hendak memanggil tapi urung saat melihat Ridan sudah menempelkan ponsel ke telinga. Merasa dirinya sedang baik hati, Zita memutuskan untuk mengambil benda itu. Ia bisa mengembalikannya pada Ridan nanti. Ia lantas berdiri dan berjalan ke titik tempat benda tadi terjatuh. Netranya mengamati tanah berlapis rerumputan yang ada di sekitar kakinya. Ia tidak tahu bentuk benda itu. Ia hanya melihat benda itu sempat memantulkan sinar saat terkena cahaya matahari. Zita yakin, gantungan itu terbuat dari logam. Entah itu emas, perak atau perunggu.

Matanya yang menjelajah akhirnya berhenti bergerak saat menemukan posisi benda itu berada. Ia terdiam sejenak sebelum membungkukkan badan dan memungutnya.

Dahinya berkerut. Ia pikir tadinya hanya salah lihat. Tapi, setelah benda itu kini berada di tangan dan memperhatikannya lebih lekat, itu memang liontin berbahan perak bentuk kunci dengan beberapa batu permata yang sangat ia kenali.

Zita tak mungkin salah mengenali benda itu. Untuk memastikan lebih lanjut, Zita segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Menjelajah galeri foto, menggerakkan ibu jarinya, menggulir layar untuk mencari sebuah foto lama.

Dapat!

Itu foto dirinya saat berumur 8 tahun dengan seorang gadis berkaos hitam yang berumur 16 tahun. Di foto itu, Zita dan gadis itu duduk bersisian, posisi sebelah tangan gadis itu merangkul akrab pundak Zita dengan wajah tersenyum.

Zita memperbesar foto terutama ke bagian leher si gadis. Lebih tepatnya ia mengarah pada kalung yang melingkar di lehernya. Ia memperhatikan bentuk liontin yang tergantung di sana, mencari sedikit saja perbedaan agar ia percaya bahwa benda dalam gambar dan benda di tangannya itu memang benda yang berbeda.

Sayangnya, nihil.

Benda itu sama persis. Tak ada perbedaan sedikitpun. Liontin itu adalah liontin yang Mila—kakak Zita kenakan. Setahu Zita, liontin itu hanya ada satu karena dibuat dengan permintaan khusus. Jadi tidak mungkin ada yang menyamai bentuknya. Lalu bagaimana bisa Ridan memilikinya?

Nafas Zita mendadak sesak.

Jangan-jangan ....

...

TBC
...

Nah lho...

Mila ini siapa sebenernya?

Mila yang dicari Ridan dan kakaknya Zita, apakah mereka orang yang sama atau berbeda?

Silakan tebak-menebak epribadi...
Jawabannya? Tunggu aja 😏

Jawabannya? Tunggu aja 😏

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

100422

My True Me (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora