Lima Puluh Satu

159 10 34
                                    

2145 kata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

2145 kata.

Mau kubagi jadi dua part tp takut kelamaan, sedangkan jiwa jahatku udah meronta pengen ngasih tumbal, haha.

Nggak deng, bersyaaaanndaaa.
Aku cantik, aku baik.
(Buat sekarang. Nggak tau kalau besok. Wkwk)

...

Di beberapa hari tertentu, Theo yang masih berseragam putih-biru tak akan langsung pulang jika bel sekolah sudah berbunyi. Bukan karena ia enggan pulang atau terlalu mencintai gedung sekolahnya, Theo hanya tak mau repot bolak-balik dari sekolah ke rumah lalu ke dojo yang lokasinya tak jauh dari sekolahannya.

Jeda antara bel pulang dan jam latihan karatenya hanya satu jam. Jadi, ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk diam di dalam kelas, entah untuk tidur, mengerjakan PR, bermain game, atau melakukan kegiatan lainnya, setelahnya baru berangkat ke tempat latihannya.

Theo segera memakai tas saat jam latihannya hampir tiba. Saat ia keluar dari jelas, dilihatnya siswi dari kelas sebelah berjalan tak jauh di depannya. Ia tak gemuk, tapi karena badannya yang tinggi, tubuh siswi itu selalu terlihat lebih besar dari teman perempuan sebayanya. Belum lagi pipi chubby, rambut kuncir kuda, dan kacamata yang dipakainya semakin membuat wajah siswi itu terlihat bulat.

Theo mempercepat langkahnya. Dikeluarkannya permen coklat dari saku celana, lalu menyerahkannya pada siswi itu.

Siswi itu tersentak. Kaget akan kedatangan Theo yang tiba-tiba. Respon yang selalu sama, seolah Theo adalah orang yang akan menyerangnya tiba-tiba.

"Makasih," jawab siswi itu sambil menerima permen yang Theo ulurkan.

Theo tak tahu nama siswi itu dan tak berniat mencari tahu karena siswi itu tampak menutup diri. Jika dipikir-pikir, Theo sendiri tak pernah bertemu dengan siswi itu di saat jam sekolah berlangsung. Keduanya hanya akan kebetulan berpapasan di saat seperti ini. Hal yang sebenarnya juga membuat Theo penasaran kenapa siswi itu selalu pulang terlambat.

Seperti biasa, sebelum ke dojo, Theo akan menemani siswi itu hingga jemputan datang karena tak tega meninggalkannya menunggu seorang diri. Terkadang Theo mengajaknya mengobrol, walau kadang topik obrolannya hanya seputar apa yang ada di depan mereka. Seperti bagaimana rasa es krim yang dijual Abang-Abang yang baru saja lewat, atau tentang seberapa murah buku yang dijual di toko seberang.

Namun, hari itu berbeda.

Saat menemani siswi itu menunggu, satu kecupan tiba-tiba mendarat di pipi Theo.

Theo reflek memegangi pipinya dengan mata berkedip bingung.

"Aku suka sama kamu." Siswi itu tersenyum malu-malu, lalu menggeleng cepat sambil mengibas-kibaskan tangan di depan dada. "Tapi aku nggak minta kamu suka balik, kok. Anggap aja itu ucapan terima kasih."

My True Me (END)Where stories live. Discover now