Extra Part (1)

151 7 11
                                    

Tok! Tok! Tok!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tok! Tok! Tok!

Pintu diketuk sebelum Kamila membuka dan melongokkan kepalanya di celah yang terbuka.

“Pa ... boleh aku masuk?” tanyanya pada Andri yang tengah duduk di meja kerjanya.

Pria itu tersenyum, membereskan barang-barang yang ada di atas meja, lalu mengangkat muka untuk menatap sang putri. “Masuk, Sayang.”

Kamila pun masuk, mendekat ke meja Andri, lalu meletakkan kalung berliontin kunci di atas meja. “Tadi nggak sengaja lepas waktu Zita main, tapi sampai sekarang dia belum sadar kalau kalungnya lepas.”

Andri menatap benda itu sebelum beralih ke wajah Kamila. “Kenapa nggak dikembalikan?”

Kamila menghela napas. “Kalau lepas lagi dan hilang gimana?” Ia memasang wajah murung. “Itukan satu-satunya barang dari keluarganya.”

Andri menaikkan alis. “Terus? Kamu mau apa?”

“Boleh nggak kalau aku yang simpan?” tanya Kamila ragu-ragu. “Nanti aku kembalikan kalau Zita udah cukup ngerti buat nyimpen barang dengan baik.”

Andri mengangguk-angguk paham. “Tapi, sebaiknya kamu bilang ke Zita dulu. Takutnya nanti waktu dia sadar kalungnya hilang, dia malah nyariin. Jujur aja kalau kamu bakal simpenin itu buat dia.”

...

Hari ulang tahun Zita yang kedelapan.

Kamila mematut dirinya di depan cermin. Sudah siap menemani Zita ke taman bermain sesuai permintaan adik kecilnya itu. Kalung milik Zita bertengger manis di lehernya selama empat tahun terakhir. Kalung yang sebenarnya ingin ia simpan dalam kotak agar lebih aman, tapi terpaksa ia pakai untuk menenangkan Zita.

Meski sudah meminta dan mendapat izin untuk menyimpan benda itu, Zita terus saja menanyakan kalungnya, dan merengek untuk menyimpannya sendiri. Untuk itu, sebagai jalan tengah, Kamila memilih mengenakannya agar Zita bisa melihat sendiri bahwa kalungnya baik- baik saja.

Bukan egois atau hendak mengakui kalung itu sebagai miliknya, Kamila hanya tak mau Zita yang masih ceroboh justru menghilangkan benda itu jika ia mengembalikannya. Mau bagaimanapun, meski hanya liontin sederhana yang bahkan bukan terbuat dari emas atau permata, liontin kunci itu adalah barang yang berharga bagi Zita. Kini, setelah empat tahun membawa benda kecil itu dengan penuh kehati-hatian, dan ia bisa melihat jika Zita sudah mampu menyimpan serta menjaga barang-barangnya dengan baik, maka mengembalikan kalung itu adalah pilihan terbaik yang akan Kamila ambil.

Tanpa terasa, waktu berlalu dengan cepat. Kamila tersenyum. Ia menggenggam liontin itu, memejamkan mata, merapal berbagai doa baik untuk Zita, lalu menyembunyikan liontin itu di dalam pakaiannya. Ia berniat memberikannya sebagai kejutan sepulangnya mereka dari taman bermain nanti, berharap kebahagiaan Zita di hari ulang tahunnya akan bertambah berkali-kali lipat karena kalung itu diserahkan kembali padanya.

My True Me (END)Where stories live. Discover now