Empat Puluh

168 17 38
                                    

“Siapa?” tanya Moza dari sambungan video call yang sempat Ridan tinggalkan di dapur karena mendengar bel rumahnya berbunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Siapa?” tanya Moza dari sambungan video call yang sempat Ridan tinggalkan di dapur karena mendengar bel rumahnya berbunyi.

Ridan melirik sekilas pada Theo yang kini duduk di stoolbar seberang table island, lalu kembali menatap Moza di layar ponsel yang ia sandarkan pada sebuah toples.

“Theo sama Zita,” jawab Ridan malas-malasan, sedikit kesal karena agenda video call-annya diganggu.

“Ngapain?” tanya Moza bingung.

“Kangen kali sama gue,” jawab Ridan cuek sambil mengangkat bahu. “Ya udah, nanti gue telepon lagi. Jangan kangen, ya.”

Theo langsung melotot jijik atas ke-alay-an lelaki itu.

Dih!” sahut Moza, menunjukkan ekspresi tak jauh berbeda sebelum mematikan sambungan video mereka.

Ridan terkekeh menatap layar ponselnya yang kini beralih ke layar utama ber-wallpaper foto Moza yang diambilnya diam-diam saat pergi tempo hari.

“Kalian sekarang makin deket, ya?” tanya Theo, lebih terdengar seperti cibiran.

“Masalah buat lo?” Ridan membalas sengit seraya memutar badan menuju lemari pendingin.

Mata Theo berputar malas, memilih tak menjawab, hanya diam menatap permukaan meja hingga sekaleng soda disodorkan ke hadapannya. Theo mengambil kaleng itu. “Gue cuma berharap Moza nggak terluka lagi.”

Ridan membuka kaleng miliknya, menatap Theo yang masih menundukkan pandangan pada kaleng minumannya. “Gue nggak ada niat nyakitin Moza.”

Theo membuka kaleng, meneguk minumannya, lalu mengangguk. “I know.” Matanya lantas mengedar ke penjuru ruangan. “Abang lo ke mana?”

“Ada, di kamarnya.” Ridan langsung memasang wajah serius. “Sebenarnya, apa yang terjadi malam itu? Kok lo bisa tiba-tiba ada di taman?”

Semua terjadi serba mendadak hingga Ridan belum sempat bertanya. Begitu dirinya dan Moza melihat Theo berlari ke area taman, mereka reflek mengejarnya, dan tiba-tiba saja disuguhi kondisi Reinaldi yang sudah bersimbah darah.

“Sebelum kejadian, Reinaldi sempet telepon gue,” ujar Theo memulai cerita.

Hari itu, ia sedang rebahan di dalam kamar. Badannya terasa sakit dengan muka berhias lebam akibat pukulan Iddar yang diterimanya. Bukan karena ia tak bisa membalas, tapi ia justru tak berniat membalas.

Ia tak tahu dosa apa yang pernah ia perbuat hingga Iddar teramat membencinya, tapi jika dengan menerima semua pukulan itu bisa membuat Iddar merasa lega, Theo tak keberatan menerimanya. Mungkin dengan cara itu Iddar tak akan lagi mengusik Moza atau pun orang-orang terdekatnya.

Siangnya, ia menemukan Mila tiba-tiba fronting. Mengingat kondisi badannya yang kurang baik, Theo enggan mencari masalah. Jadi, saat Mila bilang ingin keluar untuk menemui Adifa, Theo tak terlalu ambil pusing dan langsung berbaik hati memesankan ojol. Ia pun tak merasa khawatir akan keselamatan gadis itu karena yakin Mila bisa menjaga diri. Kalau pun gadis itu melenceng pergi ke tempat lain, ia masih bisa melacak keberadaannya.

My True Me (END)On viuen les histories. Descobreix ara