Lima Puluh Sembilan

168 7 15
                                    

2136 kata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

2136 kata

Kalo aing lambat update, tolong maklumi aja, karena buat nulis beberapa part krusial ke depan, diri ini butuh otak-atik narasi biar maksud di otak hamba bisa tersampaikan dengan bhaaiiiqquuee.

Sekian dan terima angpao 🤭

...

"Bisa-bisanya lo diem aja." Theo terus mengomelinya. "Lo kan pasti dipanggil waktu terapi, kenapa nggak pernah ngomong kalau lo nyimpen ingatan masa kecil lo?"

Sherly duduk menunduk dengan bibir mencebik. Theo teramat marah setelah ia mengakui soal ingatan tentang Galen dan Zivana yang merupakan saudara sedarahnya.

"Lupakan kejadian malam ini. Benci kakak kalau itu bisa buat kamu bahagia."

"Bunuh kakak karena udah bikin memori buruk buat kamu. Bunuh kakak yang udah jadi perusak kebahagiaan kamu."

Kalimat yang Galen ucapkan malam itu tak pernah bisa Sherly mengerti. Ia tak tahu, kenapa Galen meminta adiknya sendiri untuk membencinya? Ia juga tak paham, kenapa sang kakak justru meminta untuk dibunuh? Memang kebahagiaan apa yang sudah kakaknya itu rusak hingga mengatakan kalimat seputus asa itu?

Tak ada hal lain yang ia ingat selain ingatan menyenangkan masa kecil saat mereka masih tinggal bersama. Yang ia tahu, tiba-tiba saja ia tersadar dalam kondisi teramat lelah di dalam sebuah kotak sempit, tubuhnya terasa lemas, dan pandangannya terlampau samar untuk melihat Galen yang menangis sambil mengucapkan kata-kata aneh itu.

"Karena Kak Galen minta gue buat benci dia," jawab Sherly, "dan gue nggak bisa melakukan itu. Nggak mungkin gue membenci kakak gue sendiri. Jadi, yang bisa gue lakukan hanya pura-pura nggak kenal sama mereka. Dengan begitu gue nggak perlu membenci siapa-siapa. Toh, mereka juga bersikap kayak gitu ke gue. Pura-pura nggak ngenalin gue seolah gue hanya orang asing."

Saat mendengar kata-kata Zivana di pertemuan terakhir mereka di mall. Sherly menyadari jika sebenarnya Zivana mengenalinya. Zivana tahu jika dirinya adalah saudari kembarnya. Bahkan Zivana juga tahu jika dirinya hanya kepribadian lain yang dimiliki Zita. Meski begitu, kedua kakaknya bersikap seolah dirinya hanya orang luar yang tak dikenal. Apa mungkin karena dirinya hanya bagian lain dari diri Zita?

Hati Sherly terasa disayat. Tak ada yang menganggapnya nyata di dunia ini. Bahkan kakaknya sendiri.

Kepala yang sedari tadi menunduk, kini mendongak. Menatap ke arah Theo yang sedang berdiri di depannya. "Gue nggak merasa ingatan tentang masa kecil gue perlu diceritakan. Gue memang bukan anak penurut. Gue sadar, gue sering buat masalah. Tapi, sejauh ini, gue nggak pernah berbuat bodoh buat nyelakain Zita kayak yang Mila lakukan. Seharusnya itu udah cukup buat kalian untuk nggak mengusik hidup gue."

"Sher--" Ucapan Theo terpotong karena Sherly tiba-tiba berdiri.

"Lo mau bilang kalau seharusnya gue kooperatif buat kesembuhan Zita?" Sherly tertawa sumbang. Matanya bergerak menatap satu per satu mata yang ada di ruangan itu. "Pantes Mila sebenci itu sama kalian. Kami punya hati dan pikiran kami sendiri, tapi kalian nggak pernah mikirin itu."

My True Me (END)Where stories live. Discover now