That Night (11)

487 90 178
                                    

Mila risih mendengar suara Adifa yang terus memanggil namanya dari sambungan earphone, ia lantas menanggalkan satu-satunya alat komunikasinya dengan Adifa dan membuangnya begitu saja seraya mengikuti Galen memasuki ruangan yang berada di lantai ti...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mila risih mendengar suara Adifa yang terus memanggil namanya dari sambungan earphone, ia lantas menanggalkan satu-satunya alat komunikasinya dengan Adifa dan membuangnya begitu saja seraya mengikuti Galen memasuki ruangan yang berada di lantai tiga Ascension.

Ruangan itu cukup luas dengan sebuah sofa panjang, menghadap televisi layar datar berukuran besar yang terpasang di dinding. Penerangan dari lampu downlight berwarna biru-hijau memberi kesan dingin dan temaram pada tempat itu. Ditambah lagi sebuah minibar dengan berbagai macam varian alkohol yang ada di salah satu sisi ruangan, menunjukkan jika itu adalah VIP room, atau mungkin ruangan yang memang dibuat khusus untuk Galen.

“Duduk,” kata Galen yang sudah lebih dulu duduk di sofa dan tengah menatap ke arahnya. “Gue takut lo tiba-tiba ambruk karena habis minum racun.”

Mila seketika menoleh padanya.

Sebelah sudut bibir Galen terangkat. “Lo pikir gue nggak tahu kalau minuman lo ada racunnya?”

Mila balas tersenyum sinis seraya duduk di sisi lain sofa. “Terus, kenapa lo ikut minum saat tahu ada racun di dalamnya?”

“Anggap aja itu reward.” Galen berucap santai seolah apa yang dilakukannya bukanlah masalah besar.

Reward?”

Galen menyulut rokok yang dijepit dua bilah bibirnya, kemudian menghembuskan asapnya ke udara. “Gue nggak mungkin lupa sama anak kecil yang kakaknya gue bunuh dua belas tahun lalu.”

Mata Mila melebar. Bagaimana bisa lelaki itu mengenalinya? Seingatnya, Galen hanya pernah bertatap muka dengan Kamila, bukan dengannya.

“Dan gue nggak nyangka ternyata lo bener-bener datang sesuai omongan gue malam itu,” lanjut Galen.

Omongan apa? Mila mengernyit. Ia ingat dengan jelas jika 12 tahun lalu, ia hanya bersembunyi di dalam loker sebelum keluar dan berlari mencari bantuan, hingga akhirnya ia melihat mayat Kamila tergeletak di tepi jalan. Sangat jelas ia tidak bertemu siapa pun kala itu. Jadi, omongan apa yang Galen maksud? Apa malam itu mereka sempat bertemu tanpa ia sadari?

“‘Tumbuhlah besar dan kuat. Temui gue saat dewasa, dan bunuh gue dengan tangan lo sendiri.’” Galen mengulang kata-kata yang pernah ia ucapkan sambil menyeringai. “Gue bahkan masih ingat dengan jelas setiap kata yang gue ucap malam itu.”

Mila mulai mencerna. Jika mereka memang bertemu malam itu, kenapa ia tidak bisa mengingatnya? Ia tak mungkin lupa jika hal itu terjadi. Maka, apakah ingatannya terpotong tanpa ia sadari? Atau ... bisa jadi, bukan dirinya yang Galen temui malam itu! Lalu, siapa?

Mila memutuskan berhenti memertanyakan hal yang tak akan ia dapatkan jawabannya. Ia kembali fokus, menatap Galen yang tampak santai menikmati asap nikotinnya.

“Meminta gue ngebunuh lo dengan tangan gue sendiri, bukan berarti lo siap mati dengan tangan terbuka, kan?” Mila menatap Galen yang kini juga menatapnya. “Sebenarnya, apa alasan lo dengan sukarela meminum racunnya?”

My True Me (END)Where stories live. Discover now