Her Past (1)

435 84 108
                                    

Terlalu banyak dialog, tapi yaweslah, soalnya gak bisa ku-skip, wkwk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terlalu banyak dialog, tapi yaweslah, soalnya gak bisa ku-skip, wkwk

Happy reading ℒℴѵℯ❤

...

Dua tahun lalu.

Moza berdiri di tepi jalan, menunggu angkot yang mengarah ke area tempat tinggalnya. Seragam karate yang beberapa saat lalu masih dikenakannya sudah berganti dengan kaos dan celana jeans yang lebih nyaman.

"Za ...," panggil seseorang dari belakang.

Theo--teman satu dojonya--tengah berlari ke arahnya.

"Ini botol minum lo ketinggalan," ujar Theo. "Takutnya nanti diomelin nenek lo gara-gara ngilangin botol keramat."

Moza tertawa kecil mendengarnya. Sejak masuk kelas karate enam bulan lalu, ia mengenal Theo dan segala celetukannya yang selalu membuatnya tertawa.

"Nenek gue bukan nyokap lo. Kalau ilang, ya beli lagi."

Theo memicing. "Gue curiga kalau sebenernya lo anak sultan yang pura-pura jadi rakyat jelata."

Moza lagi-lagi tertawa. Tak berniat menjawab karena mereka tak sedekat itu hingga harus berbagi latar belakang dan kisah pribadi masing-masing.

Netranya lantas menangkap shoulder bag yang tersampir di bahu Theo. "Lo mau pulang? Nggak bawa motor?"

"Dipinjem temen gue. Bentar lagi juga dateng."

Moza mengangguk-angguk kepala, lalu melihat ke arah jalan raya, menunggu line angkot tujuannya lewat. Sesekali ia melirik ke arah Theo yang berdiri di sampingnya--tengah menatap ponsel sambil tersenyum, hingga tanpa sadar Moza turut tersenyum.

Sebuah motor sport--yang Moza ketahui sebagai motor Theo--berhenti di depan mereka. Pengendaranya lantas membuka helm, tersenyum tengil ke arah Theo. "Lama ya, Sayang?"

Moza mengerutkan alis mendengar panggilan lelaki itu. Sayang?

Geplakan keras Theo layangkan ke punggung lelaki itu. "Pala lo sayang sayang!"

"Ya kan gue sayang sama lo karena udah baik minjemin motor buat nganterin Niken. Kalau lo cewek, pasti udah gue pacarin," jawab lelaki itu sambil menoel pipi Theo dengan ekspresi menggoda.

"Buaya!" ketus Theo yang langsung mengusap pipinya dengan ekspresi jijik.

Lelaki itu tertawa. Matanya lantas menyadari keberadaan Moza. "Eh? Siapa, nih? Pacar lo?"

Theo menatap sinis. "Temen dojo gue. Jangan dikadalin!" peringat Theo, lalu menoleh pada Moza. "Za, kenalin, ini temen sekolah gue. Jangan pernah percaya yang dia omongin, dia buaya."

Moza hanya tersenyum, mengulurkan tangannya pada lelaki itu. "Moza."

"What a cute name," puji lelaki itu seraya menjabat tangan Moza. "Gue Iddar."

My True Me (END)Where stories live. Discover now