Chapter 6 ~ 𝐈𝐭𝐬 𝐔𝐧𝐟𝐚𝐢𝐫,𝐑𝐢𝐠𝐡𝐭?

870 96 9
                                    

Mhm,apakah aku bercerita terlalu banyak?
Aku bertanya tanya soal itu,haha. Baiklah,mungkin nanti dulu kisah masa lalu ku.

Mungkin beberapa dari kalian mengikuti konferensi pers dari Unicef beberapa waktu lalu? Kalian mungkin sadar aku menjadi bintang tamu di sana? Atau tidak? Yasudah.

Boleh aku menceritakannya di sini? Jika kalian ingin melewati sesi ini kalian bisa langsung skip saja,aku tak menghiraukan.

Tapi mungkin jika kalian pernah terlalu kesal dengan orang tua,kalian akan berseru mengiyakan hal yang akan aku sampaikan. Keputusan ada di tangan kalian,oke?

Kemarin,aku mengisi sesi tanya jawab dengan orang tua di konferensi itu. Pertanyaan dari orang tua orang tua yang merasa anak mereka telah nakal di luar batas,aku amat tidak suka mendengar hal itu. Jadi,aku meluruskan dengan opiniku sendiri.

"Anak sulung saya sangat nakal akhir akhir ini. Adiknya sering dibuat menangis,tapi ketika saya tanya kenapa dia membuat adiknya menangis,Anak sulung saya tak mau mengaku. Dia terus memberi alasan. Seperti tadi Adiknya jatuh sendiri,atau itu karna kesalahan Adiknya sendiri. Sementara,mana mungkin seorang anak 6 tahun akan berbohong soal lukanya,kan?"

"Tak ayal sudah berapa kali saya harus memberi hukuman kepada anak sulung saya agar kapok. Namun masih saja terus begitu. Bagaimana menurut Bapak dan Ibu dari Unicef?"

Seorang wanita paruh baya yang aku tafsir berumur 35 tahun bertanya dengan bahasa Inggris yang fasih.

Aku menyeritkan dahi menatap Ibu Ibu itu. Bagaimana dia bisa menyimpulkan anak sulungnya yang salah?

Agen senior yang ada di sampingku seakan mengerti betapa geramnya aku,jadi dia memberikan aku microphone miliknya agar aku bisa memberi opini.

Aku tersenyum,mengangguk ramah.

"Halo Ibu,selamat siang. Izinkan saya,yang hanya sebagai bintang tamu memberikan opini. Baru setelahnya Bapak dan Ibu yang telah menjadi senior di sini menjawab. Bolehkah,Bu?"

Ibu itu mengangguk,silakan.

"Baiklah,terimakasih." Aku menarik napas. Bersiap sungguh sungguh untuk merangkai kata.

"Pertama. Saya tidak bermaksud merendahkan,dan tidak pernah bermaksud menyalahkan,karna ini hanya opini saya. Sesungguhnya saya agak mempertanyakan alasan Ibu menanyai alasan Anak sulung Anda menjahili Adiknya,Bu. Sebut saja,anak sulung Ibu dengan Ferre. Natural. Bisa perempuan bisa laki laki,karna saya tak tau pasti kelamin anak sulung Ibu."

"Ibu langsung menanyai alasan Ferre menjahili Adiknya. Lantas Ferre memberikan alasan bahwa itu kesalahan Adiknya sendiri. Dan Ibu main ambil keputusan bahwa itu tetap salah Ferre. Tidakkah menurut Ibu itu tidak adil?"

Senyap.

"Sementara si kecil Ibu bela habis habisan,tanpa mengindahkan perkataan Ferre. Bagaimana kalau benar kesalahan Adiknya sendiri?"

"Anak berumur 6 tahun. Si kecil melihat Ibu menghukum kakak sulungnya,apakah si kecil tidak takut? Tentu si kecil takut. Karna takut Ibu hukum jika dia mengaku memang salahnya sendiri,memangnya si kecil akan jujur? Tidak,bukan? Seorang anak berumur 6 tahun yang melihat kekejaman Ibunya sendiri pada sang kakak pastilah takut. Dan lama kelamaan,kebohongannya akan menumbuhkan rasa benci pada si kakak sulung. Benar?"

"Dengan si kecil berbohong bahwa itu bukan salah si kecil,si kakak akan merasa Adiknya memang sengaja membuat Ibu marah kepadanya. Bukankah akan membuat Ferre membenci Adiknya?"

"Ini adalah ketidakadilan,Bu. Dan kita semua tau,kita harus adil pada semua anak kita. Terlepas dari tanggung jawab yang sulung,si kecil harusnya tau bahwa ia harus jujur. Lantas kenapa ia tidak membela kakaknya?"

"Karna Ibu sudah main hakim sendiri pada Kakaknya. Semakin dia tumbuh,akan lebih banyak kebohongan lagi yang mungkin dibuatnya."

"Saya sarankan nanti setelah Ibu pulang,Ibu klarifikasi semua masalah itu. Ibu panggil si Sulung dan si kecil untuk saling membuka diri. Jujur. Saya yakin anak sulung Ibu tengah merutuki nasib hidupnya sendiri saat ini,beberapa detik lalu,atau bahkan nanti nanti."

"Bicarakan dulu,Bu. Jangan langsung Ibu ambil hakim sendiri. Itu saja. Terimakasih atas izinnya ya,Bapak dan Ibu senior,juga Ibu yang telah bertanya. Sisanya,saya serahkan kepada pihak Unicef lagi. Sekian" Aku tersenyum,mengangguk takzim sekali,langsung balik kanan. Kembali ke tempat dudukku.

Senyap beberapa saat kala itu,lalu bertepuk tangan. Aku tak terlalu menganggap kata kata ku sebagai jalan keluar,tunggulah kepastian dari pihak senior.

"Terimakasih,nak. Kita tahu disini,Blaze Frostler,adalah seorang penulis terkenal yang telah menerbitkan sekian jumlah buku dengan kesan dan pesan yang baik untuk anak maupun orang dewasa. Natural."

"Namun,tak banyak yang tahu apa yang telah di lewatkan Blaze selama masa kecilnya,dan saya rasa saya tak perlu memberi tahu bapak dan ibu semua tentang itu. Saya menjaga privasi. Tapi saya yakinkan kepada para hadirin"

"Blaze Frostler. Dipaksa dewasa sebelum umurnya. Dan hal itu menjadikannya seperti sekarang. Bisa menjawab pertanyaan Ibu tadi dengan tepat di akar masalahnya. Saya setuju dengan penyelesaian yang disarankan Blaze."

"Klarifikasi. Saya juga setuju dengan opini Blaze. Memang benar,Bu. Anda tidak adil. Tapi tidak ada kata terlambat. Ibu masih punya kesempatan untuk berbaik kasih dengan anak sulung Ibu."

"Semua yang Blaze sampaikan adalah apa yang ingin saya sampaikan. Saya tidak akan menambah apapun lagi. Sekian saja,terimakasih."

Semua orang lantas bertepuk tangan. Beberapa menengok ke arah ku yang tersenyum kikuk. Kenapa aku dibawa bawa?,pikirku heran.

Bagaimana menurut kalian?

Aku yakin beberapa pernah mengalaminya,kan? Adik kalian jatuh,lantas kalian disalahkan karna kalian ada didekatnya. Itupun Adik kalian tidak membela,dan hanya melihat kalian dimarahi. 

Kesal,aku tau. Pasti. Sesak,benar,kan?

Tentu saja. Aku mengerti itu meski aku anak bungsu. Anak tiri bungsu. Tapi aku tau persis bagaimana rasanya disalahkan untuk sesuatu yang tak pernah kita lakukan. Ingat aku pernah bercerita tentang fitnah anak anak kelas padaku? Ya,begitulah.

Rasanya sesak. Takut kita tidak dipercayai. Bedanya,Anak sulung Ibu itu memang tak dipercayai,sementara aku,dengan mudahnya bebas dari ratusan tuduhan.

Situasi akhir kami berbeda,tapi aku yakin rasa sesaknya sama. Kalian pernah mengalaminya juga,kan?

Mungkin sebagian besar dari kalian akan menjawab ya. Terutama kalian yang punya Adik kecil.

Aku katakan pada kalian. Ku mohon jangan membenci mereka. Mereka hanya takut. Takut seakan melihat monster. Jangan membenci mereka. Atau sebenarnya kalianlah monster itu.

Jangan menyalahkan mereka. Mereka makhluk mungil. Jangan menyalahkan mereka. Mereka belum terkena toxic dari kehidupan.

Jangan menjauh dari mereka. Hangatkan mereka,buat mereka jujur. Jangan menjauh dari mereka. Katakanlah dengan yakin pada mereka.

Hey,jangan takut. Katakan saja,kakak akan melindungi.

Ice selalu mengatakannya jika aku sudah berniat berbohong pada Mama Yumi. Ice mana tahu masalah dengan Ayah. Setidaknya aku berpikir begitu.

Kalimat Ice menenangkan hati ku. Dan aku ingin kalian juga bisa mengatakannya pada Adik kecil kalian yang ketakutan. Jangan menjadi monster bagi mereka. Jadilah semesta dimana mereka tinggal.

Itu saja,
Sampai jumpa.

Selamat Malam.

𝔹𝕖𝕥𝕨𝕖𝕖𝕟 𝐔𝐬 // 𝐘𝐀𝐎𝐈 𝐈𝐜𝐞𝐋𝐚𝐳𝐞 𝐀𝐔Where stories live. Discover now