Chapter 45~𝐆𝐢𝐫𝐥.

334 37 0
                                    

"Blaaaaaaaaaaaazeeee!!" Lengkingan suara Ice mengisi telinga ku saat tali sepatu sudah kuikat rapi.

"Mhmm?" Reaksiku sekenanya.

"Lihat topi tidak?"
"Topi apa?"
"Topi hitam biru. Tadi aku pegang, kok!"
"Masa?"
"Benaran!"
"Kamu sebut apa yang ada di kepalamu? Batu?" Tanyaku sinis.

Hari ini Ice mau mengikuti lomba antarkampus. Entah karna dia gugup atau memang aku yang tidak memperhatikan, tapi sungguh, belakangan ini dia ceroboh sekali.

Dan itu membuatku sedikit kesal karna apa yang dicarinya kalau tidak dipegang ya sedang dipakai. Gunanya menanyai aku apa, coba?

"Sudah semua?" Tanyaku memastikan. Ice mengangguk, lalu memimpin jalan ke luar rumah.

Aku menyeritkan dahi ketika mobil Honda Brio terparkir nyaman di depan rumah. Sepertinya baru.

Pasti orang parkir sembarangan.

Aku buru buru menelpon petugas penjaga. ketika Ice malah berjalan menuju mobil itu. Aku melihatnya dalam diam sambil bingung. Mau apa dia di sana?

"Blaze, sedang apa? Ayo, sini. Nanti terlambat!" Katanya setengah berteriak.
"Kamu yang sedang apa!"
"Tentu mau mengendarai mobilku, memangnya mau apa!"

Aku tercengang. Buru buru mematikan sambungan telepon yang bahkan belum sempat tersambung ke server petugas.

Aku tidak tau dia punya mobil. Kapan dia membelinya?

"Mobilmu?" Tanyaku dari luar. Dia mengangguk.
"Aku membelinya kemarin pagi. Baru sampai malam tadi saat kamu sudah tidur." Kali ini aku yang mengangguk.
"Memangnya bisa?"  Tanyaku masih tidak percaya.
"Bisa apa?"
"Kamu. Apa bisa menyetir?"
"Kalau tidak mana mau aku membeli mobil begini."
"Terserah deh. Aman aman nyetirnya."

Aku membuka ponsel saat Ice mulai menyalakan mesin. Aku ingat aku sangat was was saat itu. Takut dia hanya membual.

Sekian detik, mobil berjalan bersamaan dengan Ice yang meningkatkan konsentrasinya dengan jalanan. Aku melihat ke kaca depan, menatap sepasang mata biru laut yang melihat teduh ke jalanan di depannya.

Tak bisa ku lihat penuh wajahnya, namun bisa ku lihat konsentrasi penuhnya. Lagipula, ada keringat di dahinya. Padahal AC mobil menyala. Pasti dia gugup, haha.

Matanya semakin menyipit kala dia hendak turun ke jalan raya. Memastikan kanan dan kiri aman agar tidak menyebabkan kecelakaan apapun.

Lucu mendengar desahan napas leganya karna berhasil turun ke jalan. Dia lebih santai dalam beberapa menit kemudian. Sudah yakin dengan kemampuannya.

"Kapan kamu belajar mengemudi?" Aku memulai pembicaraan.
"Di pertengahan S1." Jawabnya singkat.

Aku hanya ber"oh" agar tak mengganggu konsentrasinya. Biar dia fokus.

Beberapa menit, kami melewati kampus Ice yang mana sekarang kampus ku juga. Tadinya aku mau di kampus lain bersama Ufan, tapi Ice menolaknya mentah mentah. Jadi Ufan yang ikut aku ke kampus Ice.

Yang enak adalah kelas bahasa dan kelas sastra digabung, jadi aku dan Ufan bisa duduk bersebelahan. Tadinya aku berpikir kalau ruang kelas kami berbeda.

"Di mana tempatnya? Apa masih jauh?" Tanyaku lagi. Aku mulai bosan di dalam mobil. Hanya bisa melihat pohon dan bangunan bangunan tertinggal dilewati.

"Tidak, sebentar lagi saja. Plangnya sudah kelihatan. Kamu lihat?" Ice menunjuk ke arah spanduk putih yang terikat diantara tiang gapura.

"Mhm." responku pendek.

Hanya 5 menit sebelum kami benar benar sampai. Ice memarkir mobil, lalu aku keluar. Namum Ice malah diam saja di tempatnya. Entah deh, aku tidak tau apa yang dilakukannya.

𝔹𝕖𝕥𝕨𝕖𝕖𝕟 𝐔𝐬 // 𝐘𝐀𝐎𝐈 𝐈𝐜𝐞𝐋𝐚𝐳𝐞 𝐀𝐔Where stories live. Discover now