Chapter 22 ~ 𝐈𝐬 𝐈𝐭 gσσ∂вує? 𝐈𝐃𝐊,𝐃𝐨𝐧𝐭 𝐀𝐬𝐤 𝐌𝐞.

475 52 11
                                    

Aku tidak memperhatikan apapun dalam jam pagi ku,sedengarnya aku,Guru tengah membahas konjungsi dan kalimat langsung.

Baguslah hari itu aku tidak ditanya,karna biasanya aku yang paling sering ditanya mengenai pelajaran. Kata Guru,sih,karna aku yang paling bersemangat soal pelajaran Sastra dan Bahasa. Tapi kalau kata siswa lain,karna aku anak kesayangan Guru. Tidak tau,deh, yang mana yang benar.

Jam pagi ku berlangsung hingga sekitar jam 10,lalu Guru Bae,Guru pelajaran Sastra dan Bahasa,memintaku tetap di kelas. Katanya mau bicara.

"Kamu baik baik saja,Blaze? Dari tadi kamu tidak memperhatikan papan tulis dan hanya mencorat coret buku catatan. Tidak biasanya sekali. Ada apa?" Kata Guru Bae sambil menyeruput teh matcha yang dibawanya dari rumah.

"Apa terlihat jelas,Bu?" Kataku yang dibalas anggukan oleh Guru Bae. Aku tidak tau kalau kegelisahan ku akan sejelas itu,karna aku kurang memperhatikan diri sendiri.

Tidak tau apa yang membuatku akhirnya mengeluarkan unek unek yang aku tahan sendiri. Tapi rasanya lega.

"Blaze hanya sedang bertengkar dengan teman Bu. Jadi tidak konsen."
"Saking parahnya pertengkaran itu,Blaze?" Aku menggeleng,tak bagus jika Guru Bae mengetahui sampai ke akarnya. Takutnya masalahku malah membuatnya ikut terbebani.

"Tidak usah bohong,Blaze. Kamu saja sampai salah mengeluarkan buku. Coba lihat buku apa yang kamu keluarkan."

Aku menunduk,dan benar saja. Buku yang ada di depan ku adalah buku Matematika dan bukannya kesastraan.

"Itu sebabnya saya tidak memberikan pertanyaan mengenai materi atau meminta kamu menjelaskan sebagian materinya. Karna sepertinya kamu tidak bisa diganggu. Ketika saya masuk juga biasanya kamu akan menghampiri hanya untuk membantu membawa buku."

"Pertama kali saya lihat kamu tidak tersenyum atau melihat ke pintu. Dari situ saja sudah terlihat jelas kamu tidak bersemangat. Seburuk apa masalah kamu,Blaze?"

Aku tidak menyangka Guru Bae akan memperhatikan tingkah lakuku sejelas itu. Bagaimana ya,canggung jadinya.

"Tidak juga Bu. Ibu kenal Taufan kan? Yang ada di kelas khusus Bahasa. Blaze tidak sengaja menyembunyikan hal darinya. Lalu Taufan marah karna Blaze tidak mengatakannya lebih awal. Itu saja,Bu."

"Kamu sudah minta maaf padanya?"

Aku menggeleng.

"Kami tidak punya banyak waktu bersama sejak insiden itu. Setiap Blaze menyapa,Taufan nanti membuang mukanya. Desas desus juga mulai ramai karna biasanya kami kemana mana berdua,Bu. Memang aneh,karna biasanya selain kemana saja berdua,kami yang paling berisik di kelas. Karna kami tidak saling mengeluarkan suara,kelas juga merasakan keanehannya. Pertengkaran kami jadi mencolok."

Guru Bae mengangguk,mungkin mengerti inti masalahnya. Padahal niat awalku,aku tidak perlu menjelaskan sampai ke akar masalahnya,ah,malah dijelaskan.

"Coba bicara dengannya,Blaze. Saya akan membantu,Taufan juga anak yang paling bersemangat selama saya mengajar kelas Bahasa. Tidak heran dia murung terus akhir akhir ini."

Kami bicara satu dua kalimat lagi,lalu aku pamit karna bel istirahat sudah berbunyi. Aku tidak berniat ke kantin,aku sudah membeli roti di Imoogi Bakery saat pagi.

Aneh sebenarnya ketika aku tidak ke kantin saat istirahat. Bibi Soo saja sampai hafal apa yang akan aku pesan,jadi dia menyiapkan makanan ku sebelum istirahat.

Aaah,Ada Ice lagi di rooftop. Kenapa ya ketika aku sedang ingin sendiri,ada saja gangguannya.

"Kakak di sini? Kenapa tidak di kantin?" Aku menutup pintu rooftop.
"Biasanya juga di sini. Kalau lapar baru ke kantin. Lalu,kau sendiri kenapa di sini? Tidak ke kantin dengan Taufan?"

𝔹𝕖𝕥𝕨𝕖𝕖𝕟 𝐔𝐬 // 𝐘𝐀𝐎𝐈 𝐈𝐜𝐞𝐋𝐚𝐳𝐞 𝐀𝐔Where stories live. Discover now