Chapter 14 ~ 𝐒𝐭𝐚𝐠𝐞 2

571 67 9
                                    

Aku menguap beberapa kali selama berjalan di lorong menuju kelas. Keadaan masih sepi,bahkan deru napas ku menggema samar.

Jaket tak ku lepas dari tubuh meski telah sampai ke kelas. Perasaan was was masih menghantui ku. Taufan belum terlihat batang hidungnya,baru Gu Byeong Mo,teman kelasku yang tak pernah tersenyum sama sekali yang sudah datang.

Ada rumor dia tidak pulang ke rumah karna rumahnya tak pernah menjadi sebuah rumah. Ayahnya pemabuk,Ibunya pelacur kelas atas,Kakak perempuannya tak pernah menganggapnya sebagai adik,itu alasan yang cukup untuk tidak pulang ke rumah.

Badannya di bawah kurus,terlalu kurus malah. Plester luka tak pernah hilang dari wajahnya. Misalnya kemarin plester ada di pipi kanannya,maka hari ini bertambah di keningnya. 

Tangannya selalu terbalut kain putih dengan sedikit bercak merah,asumsi ku itu darah. Matanya tak lepas dari buku,bahkan ketika guru menjelaskan.

Tapi yang tak ku pahami adalah,ketika sedang tak ada Guru,yang dibacanya hanyalah buku pelajaran,tapi nanti ketika guru masuk kelas,sejak guru mulai mengabsen,bukunya secara ajaib menjadi buku novel.

Ketika guru menanyakannya kenapa dia malah membaca buku novel,alasannya karna yang diterangkan sudah di pelajari. Dan ketika ia dimintai penjelasan ulang,ia akan menjelaskan betul betul rinci,lebih rinci dari penjelasan guru,bahkan lebih rinci dari penjelasan guru killer kami. Guru matematika.

SMA Kami adalah SMA kejurusan,atau lebih dikenal dengan SMK. Tapi kami tak hanya belajar jurusan yang kami mau. Ada pelajaran wajib di sini,yaitu Bahasa dan Matematika.

Nilai keduanya di bawah rata rata,maka jam Kejurusan tak bisa kau dapatkan.

"H-hey,pagi,Byeong Mo" Aku menaruh tas ku,menyapa si dingin dari mejaku. Tak ada tanggapan darinya,hanya kedipan mata. Baiklah,akan aku anggap itu tanggapan balik.

Aku duduk sambil mengeluarkan ponselku,tak punya ide mau melakukan apa.

Aku menengok ke arah Byeong Mo tatkala merasa dia melihat ke arahku,meski saat aku menengok dia masih menatap bukunya. Mungkin hanya perasaanku,pikirku tak peduli.

Aku membuka Google,mencari buku bimbel yang bagus. Tahun kemarin nilai ku turun di bagian Bahasa. Memang bahasa Perancis susah,kan? Atau hanya bagiku? Entahlah,terserah.

"Permisi"

Aku menengok,Byeong Mo berdiri di depan mejaku dengan tegap,menatap lurus namun sendu langsung ke mataku.

"Oh,B-Byeong Mo? Ada apa?" Aku langsung mematikan ponselku,berdiri untuk menghormatinya. Sebuah keajaiban seorang Byeong Mo mau berjalan jauh jauh dari ujung kelas ke meja ku dengan sifatnya yang kaku itu.

"Kau menjatuhkan uang koin mu"
"OhBenarkah?Aaah,iya. Terimakasih,Byeon―"

Ketika aku mengambil uang koin yang diletakkannya di mejaku,dan hendak berterima kasih setelah aku memasukkannya ke saku,Byeong Mo sudah setengah jalan menuju mejanya.

Aku langsung tersenyum kikuk,bahkan Ice tidak sedingin ini pada orang lain.

"BLAAAAAAAAAAZE" Taufan langsung berlari dan melompat ke arah ku sesaat setelah ia membuka pintu.

"Aahhaha,Taufan."

"Hey,hey,lihat aku bawa apa" Taufan membuka tasnya dengan buru buru dan mengeluarkan sebuah kotak dengan warna hijau telur asin.

"TARAAAA!!"

Bau coklat langsung memenuhi ruang kelas. Taufan membawa bola bola coklat yang Mamanya buat. Biasanya ketika Adik Taufan habis melakukan sesuatu yang membanggakan.

𝔹𝕖𝕥𝕨𝕖𝕖𝕟 𝐔𝐬 // 𝐘𝐀𝐎𝐈 𝐈𝐜𝐞𝐋𝐚𝐳𝐞 𝐀𝐔Where stories live. Discover now