Chapter 28 ~ 𝐖𝐚𝐲 𝐓𝐨 𝐒𝐮𝐫𝐯𝐢𝐯𝐞

403 44 15
                                    

"Blazeeeee,lihatlah,aku bawakan cookies! Kali ini aku yang membuatnya,entahlah enak atau tidak. Kau tau? Aku bahkan tidak membiarkan Ibuku mencobanya lebih dulu. Aku mau kamu yang pertama tau rasanya!"

Ah,aku rindu suara cempreng Taufan. Meski baru sebentar kami diam diaman. Ini adalah hal kecil yang setiap sahabat lakukan,tapi maknanya sebesar semesta.

"Benarkah? Kamu mau aku yang pertama mencoba? Bagaimana kalau gagal?" Kataku sambil mencoba duduk. Sulit loh,menggerakkan badan ketika seluruh tubuh dikelilingi alat alat kesehatan.

"Jangan begitu,coba dulu!"
"Mhm,ya,baik,baik. Oh,aku belum melihat Kakak dari tadi pagi."
"Ada kok,di depan kamar. Di kursi tunggu."
"Mhm? Tidak biasanya"
"Iya aku yang menyuruhnya. Habis,di dalam juga kerjanya cuma tidur.
"Tidak harus di luar juga,Ufan. Dingin"

Ufan hanya mendengus sambil menggeleng. Tapi akhirnya dia membiarkan Ice masuk setelah berpikir sebentar. "Ini enak,sungguh kamu buat sendiri,Fan?" Ufan mengangguk dengan cepat sesaat setelah senyumnya mengembang lebar.

Aku tak berbohong ketika mengatakan kuenya enak. Aku juga tidak yakin Ufan membuat ini sendiri. Aku tak bermaksud meremehkannya,hanya saja,cookiesnya enak.

"Kakak mau?" Aku melihat Ice yang ada di sofa tak jauh dari ranjang ku. Ufan terlihat kesal,aku kira karna dia hanya berniat memberikannya padaku bukan yang lain.

Ice sedang bermain game,aku tak tau game apa. Tapi kelihatannya seru.
"Apa itu?"
"Cookies."
"Enak?"
"Mhm. Ufan yang buat"
"Tidak ah,paling hambar"
"HEY!!" Ufan berdiri sambil menunjuk ke arah Ice. Entahlah,aku tak sanggup menulis semua perdebatan mereka. Mungkin ada satu jam mereka berdebat. Ya,Ice yang menang,sih.

Ah,lupakan. Itu cukup menyenangkan,karna jarang mereka betah berada dalam satu ruangan.

"Jadi,berapa lama aku harus ada di sini?"
Aku memulai pembicaraan.
"Apa maksudmu berapa lama. Tentu sampai sembuh!"
"Ya,Taufan benar. Kau harus di sini sampai sembuh. Total"
"Tunggu,apa. Apa yang- Apa yang akan aku lakukan di sini? Aku mau sekolah,kenaikan kelas sebentar lagi! Berapa banyak jumlah hari absen ku!"
"Lupakan sekolah itu. Tidak ada gunanya juga. Yang kita pelajari hanya bahasan pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama."

Ya,kamar itu ramai lagi akhirnya. Aku cukup yakin suara kami sampai keluar sesekali. Aku juga tidak suka membahas hal ini,karna aku yang kalah. Maksudku,dua lawan satu...

Setelah itu,Ice keluar sebentar. Katanya lapar. Tinggal berdua lagi aku dengan Ufan. Kami diam sebentar,karna aku sibuk dengan novel yang baru Ice belikan,dan Ufan melihat ponselnya.

"Hey,Blaze. Mau mencoba sesuatu?" Ufan memulai kembali pembicaraan yang mati.
"Mencoba apa?" Tanggap ku tanpa mengalihkan pandangan dari buku. "Tes gay"
Baiklah,sekarang aku memusatkan perhatian pada Ufan.

"Apa? Apa kamu tidak punya pekerjaan lain? Untuk apa-"
"Kan siapa tau kamu gay."
"Diamlah,opinimu jelek"
"Coba,ayo! Habis kamu aku deh" Katanya lagi.

Aku tidak pernah benar benar berniat mengikuti tes yang sebenarnya aneh itu. Tapi Ufan yang minta,jadi aku tidak bisa menolaknya mentah mentah.

"Apa yang kamu harapkan dari ini,Fan. Gabut"
"Memang. Lagipula,kamu juga kelihatannya gay betulan"
"Lucu"
"Sungguh! Bukankah kedekatan mu dengan Kak Ice juga patut dipertanyakan?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku,aku tidak bisa melihat Ice dan kau sebagai seorang Kakak Adik. Bagaimana ya. Memangnya kamu tidak sadar? Kak Ice menatap mu itu beda sekali."
"..."

Ufan terus mengoceh tidak jelas selama aku mengisi tes gay online itu. Aku harusnya memberi penghargaan kepada telingaku.

"Dan lagi. Biasanya bagi Adik,Kakak itu seperti Iblis duniawi yang cuma bisa memerintah Adiknya. Apa apa malas. Mentang mentang punya Adik,disuruh suruh terus"
"Bukanya kamu juga begitu dengan Yeon-ji?" aku membalas setengah meledek.
"Kasus ku beda! Aku juga suka disuruh,kok! Pokoknya aku yakin Kak Ice itu menganggap mu lebih dari Adik! Aku yakin!"
"Mhm,ya ya. Terserah"

𝔹𝕖𝕥𝕨𝕖𝕖𝕟 𝐔𝐬 // 𝐘𝐀𝐎𝐈 𝐈𝐜𝐞𝐋𝐚𝐳𝐞 𝐀𝐔Where stories live. Discover now