30☁️ Takut

40.9K 2.6K 17
                                    

30
.
.
.


"Eh ada om Bima." Anis ada di rumah Rega saat ini, tadi sehabis pulang sekolah, remaja itu langsung mampir kerumah kakaknya. kebetulan sekolah Anis lebih dekat dengan rumah Rega di banding rumahnya sendiri.

Lihatlah, gadis yang masih lengkap dengan seragam khas sekolahnya, sedari tadi tidak berhenti mengunyah. ruang tamu juga penuh dengan bungkus makanan ringan dari minimarket.

"panggil om sekali lagi! Bang Bima nikahin kamu besok!" Bima ikut duduk di samping Anis, sedangkan Rega,pria itu lebih memilih berjalan ke arah dapur, meninggalkan sahabat serta adiknya yang mengobrol bersama.

"Air dingin," ucap Rega, duduk di kursi meja makan. Melirik Rima sekilas, ibu dari Muhammad Rafa Sagara itu langsung membuka kulkas dan menuangkan air dingin yang di minta Rega ke gelas.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Rafa mana?" Tanya Rega, kemudian meminum air dinginnya. Setelahnya Rega melirik pintu kamar Rima dan Rafa yang tertutup rapat.

"Di kamar,mungkin sedang menggambar," jawab Rima. Tanyanya sibuk menyiapkan makan untuk malam ini.

Tadi Anis juga sempat membantunya memasak, katanya dia juga ingin belajar banyak dari Rima soal dapur. Mereka berdua memasak banyak karena Anis yang memintanya, kalau tidak habis Anis akan membawanya pulang.

"Belum tidur?"tanya Rega lagi.

"Belum, Rafa harus saya kipassin dulu baru bisa tidur." Rima menutup rapat bibirnya, merasa malu karena Rega hanya menanyakan Rafa sudah tidur atau belum bukan menanyakan kenapa Rafa belum tidur.

"Tidak bisa tidur tanpa angin?" Rega memkan makanan yang baru saja Rima siapkan.

"Iya," balas Rima pelan.

Rega mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menikmati rasa gurih dari ikan yang Rima masak. "Kebiasaan yang sama," gumam Rega. setelah itu hening, Rega sekarang fokus pada piringnya.

"Bang Rega, makan kok gak ajak-ajak sih. Malah di tinggal berdua sama bang Bemo." Anis duduk dekat dengan Rega. Mengambil nasi beserta lauk pauknya. "Abang ngapain sih bawa tu Bemo. Mempersempit ruangan di rumah ini aja. Sampai bawa tiang listrik kaya dia,"lanjutinya.

"Tiang listrik tiang listrik. Abang manusia ya bukan tiang listrik," sahut Bima, tak terima. Pria jangkung itu ikut duduk di samping Anis. "Dan satu lagi, nama Abang Bima, bukan Be-" ucapannya terhenti saat menangkap sosok Rima di antara mereka. Dahinya mengkerut melihat wajah Rima, otaknya sedang mencerna sesuatu.

Rima juga sama kagetnya, sampai-sampai dia berhenti setelah mengambilkan satu buah piring untuk teman Rega.

"Keju! Eh kamu, perempuan yang waktu di warung itu kan?" Rupanya otak Bima yang minim bisa mengingat wajah pucat Rima saat di warung waktu itu.

Mendapat anggukan kecil dari Rima, Bima berniat untuk bertanya lagi, terlihat jelas dari mulutnya yang setengah terbuka. Tapi Rega memotongnya dan langsung menyuruh Rima untuk memberikan piring uang dia bawa pada Bima. Makan malam yang hening karena sang tuan rumah tidak suka kalau makan sambil mengobrol.

Bima sebenarnya ingin bertanya tentang anak laki-laki yang meminta roti rasa keju waktu itu. Tapi Rega sepertinya tidak mengijinkan untuk berbicara lebih dengan Rima.

Setelah makan malam selesai, Rega beranjak dari duduknya."malam ini kamu tidur di sofa ruang tamu!" Katanya pada Bima, pria itu terbengong mendengarnya.

"Mana bisa begitu!'

"Kamar tamu sedang dalam masa perbaikan. Kamu numpang, jadi terima saja apa yang saya ucapkan," ucap Rega santai. Pria itu melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Kesal sekali, ternyata sahabat brengseknya ini sepertinya kenal dengan Rima.

"Ehh, kamu. Emm-"

"Berapa?" Tanya Rima, memotong kalimat Bima.

"Apa?,"tanya Bima, tidak paham.

"Waktu itu pernah bayarin saya dan anak saya di warung, kalau tidak salah roti dua sama teh hangat dua. Saya mau ganti uangnya,"ucap Rima sambil membereskan kembali meja makan. Anis juga sudah selesai makan, remaja itu langsung sibuk sediri dengan hpnya di ruang tamu sambil menunggu sopir rumah menjemputnya.

"Oh tidak perlu, saya ikhlas kok. Anak kamu di sini juga? Gimana ceritanya kalian bisa tinggal di sini? kok bisa ya?," Tanya Bima penasaran, Memandang Rima dengan mata menyipit.

Satu hal yang Rima tangkap dari sosok Bima. Pria ini tidak sopan, awal bertemu sudah memandang wajah Rafa dengan terang-terangan dan sekarang menanyakan hal itu secara gamblang, seolah-olah merendahkan Rima untuk tinggal di rumah ini.

Rima memilih melanjutkan pekerjaannya tanpa meladeni pertanyaan dari Bima, "permisi,"pamit Rima,membalikan badannya dan menaruh piring kotor ke dalam wastafel untuk di cuci.

dunia memang sempit.

Rima pikir pria itu kalem, tapi nyatanya, jauh dari kata tersebut.

...

Rima mengipasi Rafa dengan buku gambar. Rafa yang sebenarnya sudah tidur, tapi Rima masihengipasi Rafa, menunggu anak ini sampai tidurnya pulas.

Anis sudah pulang satu jam yang lalu, bahkan adik dari Rega itu membawa semua makanan yang tersisa, katanya untuk tukang kebun dan sopir di rumah. Sementara pria yang bernama Bima juga sepertinya sudah terlelap di sofa ruang tamu. Tidak terbayang nanti badan pria itu pasti akan terasa sakit, bagaimana bisa tubuhnya yamg begitu tinggi alias jangkung itu tidur di atas sofa, coba bayangkan. Kulit putihnya juga pasti akan banyak bercak merah karena di cium nyamuk yang kelaparan, tapi untunglah, Rima sudah menyalakan obat nyamuk tadi, jadi mungkin bisa mengurangi nyamuk yang masuk ke rumah ini.

Rima membuka buku gambar yang selalu Rafa kunci di dalam tasnya. Penasaran, selama ini Rima tidak pernah ikut campur urusan buku gambar Rafa. Tapi kali ini tumben sekali anak ini tidak mengunci buku gambarnya di dalam tas, atau dia lupa?

Gambar pertama kali yang Rima lihat hanya gambar biasa seperti anak teka umumnya, gambar tidak jelas dari imajinasi anak. Gambar kedua lumayan rapi dan Rima bisa tebak ini gambar mobil-mobilan pertama yang Rafa punya, meskipun bentuknya kurang mirip, tapi setidaknya Rima bisa menebak apa yang Rafa gambar.

Gambar-gambar selanjutnya juga sama seperti gambar anak TK pada umumnya. Tapi satu gambar yang Rima lihat membuatnya mematung.

Di buku gambar Rafa terlihat berusaha menggambar seorang anak laki-laki dan pria dewasa keduannya bergandengan sambil menatap balon-balon yang berterbangan.
Rima melirik Rafa  yang masih tidur dengan nafas teratur.

"Serindu apapun kamu sama ayah kamu, mama harap jangan sampai kamu melupakan mamah. Apalagi kalau ayah kamu memang masih hidup dan datang ke kehidupan kitan kapanpun itu, mama harap Rafa tidak memilih untuk bersamanya."

Rima sangat berharap banyak, semoga orang yang telah membuat Rafa hadir dalam hidupnya, lupa akan kejadian tiga tahun lalu. Sungguh, yang Rima takutkan hanya itu, takut kalau ayah Rafa yang dia sendiripun tidak tau siapa orangnya datang dan merebut paksa Rafa dari tangannya.

 Sungguh, yang Rima takutkan hanya itu, takut kalau ayah Rafa yang dia sendiripun tidak tau siapa orangnya datang dan merebut paksa Rafa dari tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SINGLE MOTHER (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang