58☁️ Bertemu

39.8K 3K 156
                                    

58
.
.
.


Rega benar-benar tidak peduli dengan kondisi fisiknya. Yang dia pikirkan hanya bagaimana dia bisa ke apartemen Bima saat ini juga.

Perasaannya senang dan sedikit gemetar. Takut-takut dia akan ditolak mentah-mentah oleh Rima dan juga Rafa.

Setelah sampai, Rega tidak perlu lagi bertanya pada resepsionis, dia sudah hapal letak apartemen Bima. Bahkan pin pintunya saja dua tahu, tapi sekarang sudah lupa-lupa ingat.

Namun masalahnya dia lupa satu hal.

"Tunggu dulu Mas. Mas belum bayar taksinya," cegat sopir taksi yang mengantarkan Rega ke tempat ini. Rega yang hendak keluar dari mobil terdiam sejenak. Sungguh dia tidak memikirkan ini sebelumnya. Sekarang dia tidak membawa uang sepeserpun, bagaimana dia membayar taksi ini? Boro-boro memikirkan taksi. Berjalan saja tidak pakai alas kaki.

"Anu pak, saya minta maaf. Saya gak bawa uang. Tapi saya janji, setelah saya sembuh saya akan bayar ya pak." Rega memohon.

Sopir taksi itu memperhatikan penampilan Rega. Dia baru sadar penumpangnya seorang pasien rumah sakit. Tentu saja dia tidak membawa apapun, tapi tidak bisa begini, dia butuh uang dan setiap penumpang pada mobilnya harus bayar bagaimanapun caranya.

"Tidak bisa begitu Mas. Saya nganterin Mas itu supaya bisa cari uang," ucap sopir taksi bertubuh gempal itu. Dia mendengus dengan wajah masam.

Rega berpikir sejenak. Sekarang siapa yang harus membayar ini?

"Kalau begitu bapak tunggu di sini sebentar. Saya pergi ke atas dulu buat cari uangnya," usul Rega. Dia benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan keluarga kecilnya.

"Tidak bisa. Nanti saya dibohongi. Gimana kalo Mas malah kabur dan gak bayar saya setelah saya tunggu?" Sopir taksi itu menjadi kesal. Kedua alisnya mengkerut menatap Rega tidak suka.

"Nggak Pak saya janji. Saya bakal bayar setelah saya naik," ucap Rega meyakinkan. "Bapak ada kertas sama pulpen? Saya kasih nomor telepon saya. Kalau malam ini saya kabur bapak boleh telpon ke nomor ini. Saya mohon tolong saya ya pak."

Sopir taksi itu memandang Rega dari arah kursi mengemudi. Kasihan juga, penumpangnya kali ini memang sedang kacau. Wajahnya pun masih sangat pucat.

"Yasudah, tulis no ya di sini setelah itu mas bisa pergi ke atas. Saya tunggu di sini sampe tiga puluh menit. Kalau mas belum datang saya bakal lapor ke polisi," ancamnya memberikan buku kecil dan juga pensil kepada Rega.

Rega tersenyum dia menerima buku dan juga pensil dari sopir taksi kemudian menuliskan nomor teleponnya. "Terima kasih banyak pak," ucapnya sebelum keluar dari mobil menuju apartemen milik Bima.

...

Malam ini rasanya begitu berbeda. Rima dapat merasakan perasaannya yang tiba-tiba saja gundah. Masih terbayang dalam benaknya apakah keputusan yang dia ambil ini benar?

SINGLE MOTHER (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang