22. Hidden feeling

79.7K 4.1K 6
                                    

Lily Spencer

"Lily, kau tak apa?" Tanya Jessy lalu memberikanku secangkir teh hangat.

"Entahlah Jess.. aku terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini." Kataku sambil menatap teh di genggamanku.

"Ummmm.. siapa yang kau pikirkan?"

"Tentu saja dia, siapa lagi yang selalu menggangu pikiranku dan hari-hariku"

"Liam?" tanyanya dan aku hanya mengangguk pelan namun seketika aku menyadari apa yang aku lakukan, aku menoleh melihat Jessy yang sudah memandangku penuh arti.

"Kau mulai menyukainya?" Tanya Jessy sambil tersenyum menggodaku.

"Entahlah Jess.. seperti yang ku ceritakan, ia seperti nya tidak serius denganku.. beberapa kali aku melihatnya bersama beberapa wanita yang berbeda-beda. Dan kenyataan bahwa ia calon suamiku hanya membuatku pusing. Bagaimana ku bisa bersamanya jika ia malah bersama dengan wanita lainnya" aku menenggelamkan wajahku dalam lipatan tanganku di atas meja.

"Kau cemburu itu namanya" kata Jessy membuatku segera menatapnya.

"Tidak.. aku tidak cemburu" kataku membela diri.

"Lalu kamu melihat dia bersama dengan wanita lain dan kamu marah dan menangis, apa namanya kalau bukan cemburu?"

Aku hanya terdiam menatapnya dan cemberut. Jessy, ia benar-benar mengenalku secara utuh, tidak ada yang bisa ku sembunyikan darinya bahkan ia mengetahui apa yang aku rasakan tanpa aku sadari sendiri sebelumnya.

"Sudah jangan berpikir macam-macam, terkadang apa yang terlihat belum tentu terjadi sesuai dengan apa yang kita pikirkan.. dan aku rasa ia pun menyukaimu, sangat menyukaimu bahkan... aku dapat melihatnya ketika ia menatapmu." Kata Jessy merangkulku.

"Ia menyukaiku tapi ia malah bersama dengan wanita-wanita lainnya" kataku sebal.

"Sudah sudah.. kau ini dari pada kamu berspekulasi sendiri dengan pikiranmu yang belum tentu benar, bagaimana jika tanyakan langsung saja dengannya?"

"Aku tidak ingin bicara padanya saat ini"

"Tapi kamu kan akan pergi ke Malibu bersamanya, bagaimana kamu tidak bicara dengannya? oh yaa Lily, berapa lama kamu pergi ke Malibu?" Tanya Jessy.

"Entahlah mungkin 3 hari. Bagaimana ini Jess, aku rasanya tidak ingin bertemu dengannya, aku masih kesal." Kataku mengerutkan dahi dan menunjukkan wajah kesalku.

"Kau bukan kesal, kau cemburu. Kau ini! Sangat susah sekali mengungkapkan bahwa kamu menyukainya! sudah, jangan bohongi perasaanmu sendiri.. Ini ku buatkan kau sandwich untuk makan malam di apartement." Jessy menyerahkan sekotak sandwich.

"Mmmm Jessy! Aku sangat menyayangimu" kataku memeluk  Jessy.

"Ya sudah seharusnya kau sangat menyayangiku" katanya percaya diri membuatku tertawa.

"Aku akan meneleponmu setibanya aku disana." Kataku lalu memeluk Jessy.

Besok siang aku akan pergi ke Malibu. Mungkin hari ini aku akan beristirahat dan mempersiapkan semuanya. Besok akan menjadi hari yang berat untukku, aku harus bertemu dengannya, aku harap aku tidak perlu bicara dengannya.
_______________________________

Romeo Jackson

Jam menunjukkan pukul 12 malam. Bos ku ini memang kalau sudah bekerja sudah lupa semuanya. Ia tidak akan makan dan beranjak dari ruangannya.

Aku memasuki ruangan kerjanya. Liam masih duduk di hadapan laptopnya.
Aku melihat makanan yang ku bawakan siang ini saja masih belum disentuhnya di atas meja.

Aku meletakkan tas paper bag berisi kemeja baru untuknya. Aku mengenal sekali tipikalnya yang tidak akan pulang sebelum semua pekerjaannya selesai. Liam adalah temanku dan saudaraku sejak kecil. Ayah dan ibuku sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat sehingga aku di asuh oleh paman Linc yang merupakan adik dari ibuku. Liam sudah ku anggap saudara sendiri. Ia bahkan selalu menemaniku hingga kita beranjak dewasa bersama.

"Rome! Kau bawa apa yang aku butuhkan?" Tanyanya begitu menyadari keberadaanku.

"Nih" aku menyerahkan Coffee latte dan meletakkannya di mejanya.

"Thanks" ia meminumnya dengan mata yang masih menatap laptopnya.

"Kau belum menyentuh makananmu?" Tanyaku saat melihat makanan yang masih utuh di atas mejanya.

"Aku tidak lapar" katanya singkat.

"Kau gila!" Kataku lalu aku berbaring di sofa nya.

"Aku tidak gila, aku hanya sibuk" katanya dengan matanya yang masih menempel pada laptop.

"Kau sungguh-sungguh menyukai Lily?" Tanyaku penasaran.

"Hmmm.. Mengapa kau bertanya hal itu?" Pertanyaanku kali ini membuatnya menoleh menatapku.

"Aku rasa aku menyukainya" kataku menggodanya, aku hanya ingin melihat reaksinya.

Ia terdiam menatapku seolah ia ingin membunuhku dengan tatapannya.

"Coba katakan sekali lagi?"

"Wooo woooo... tenang!! Aku hanya bergurau" kataku tertawa.

"Katakan sekali lagi jika kau tidak ingin melihat matahari terbit esok hari" katanya lalu kembali menatap laptopnya.

Jawaban itu bukan jawaban yang aku sangka akan mendengarnya dari seorang William Anderson, Liam yang biasanya akan menjawab acuh dan mengatakan ambil saja jika kau menyukai wanita itu, tapi tidak dengan Lily, ia menjadi seperti seorang singa yang buas dan siap menerkam. Aku tertawa kecil dengan pikiranku yang bodoh ini.

"Liam... Mengapa kau bisa menyukainya? Bukankah kau hanya tertarik pada wanita patuh padamu?" Tanyaku kembali penasaran. Ini pertama kalinya aku melihat Liam begitu perhatian dan begitu protektif terhadap seorang wanita, tidak seperti Liam yang sebelumnya.

"Aku tidak bisa menjelaskannya, namun yang aku tau aku benar-benar menyukainya..hmm ku ralat.. aku menyayanginya dan mencintainya" ia tersenyum sesaat lalu melanjutkan pekerjaannya.

Aku tertegun mendengar jawabannya, beruntung tidak ada lalat disini jika tidak lalat mungkin bisa masuk ke mulutku yang terbuka ketika mendengar jawaban seorang Liam.

"Kali ini dapat aku pastikan, kau benar-benar menyukainya dan jatuh cinta padanya! kau banyak berubah, menjadi lebih tenang dan terkendali. Terima kasih Lily kau sudah merubah monster dalam kehidupanku menjadi seekor anjing kecil yang lucu menggemaskan!" Kataku lalu tertawa.

Liam tertawa kecil mendengarku.

"Diamlah! jangan menggangguku!" katanya berusaha serius dengan pekerjaanya.

"Aku akan beristirahat sejenak, nanti aku akan membantumu merapihkan semua dokumen ini, dan satu lagi, carilah sekretaris untuk membantumu, aku tidak sanggup mengatur jadwalmu yang padat itu." kataku lalu sejenak merebahkan diriku di sofa nya.

Perfect wedding (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang