37. Coma

64.1K 3.2K 12
                                    

Romeo membawa Liam dengan persetujuan dokter dan perlengkapan medisnya untuk mendapatkan penanganan di New York.

Linc dan Diana, kedua orang tua Liam sedang menunggu bersama Romeo di luar ruangan. Ketika Liam tiba, ia langsung ditangani dan diobservasi oleh tim dokter guna penanganan medis lebih lanjut.

Romeo juga menghubungi paman Marc, ayah Lily bahwa Lily sekarang sedang dirawat di rumah sakit ini, Jessy yang menemani dan menjaga Lily sementara Romeo fokus menangani Liam dan juga pihak kepolisian mengenai kasus ini.

Dokter melangkah keluar, dengan segera mereka bergegas menghampirinya.

"Bagaimana dokter?" Tanya Diana sambil mengusap air matanya. Linc mengusap punggung istrinya yang masih menangis itu.

"William, mengalami retak pada tulang rusuknya, kami sudah melakukan tindakan untuk hal tersebut, namun yang perlu di khawatirkan adalah benturan di kepalanya, ada pendarahan hebat di kepala bagian belakangnya dan akibat adanya benturan keras, hal ini yang menyebabkan William kehilangan kesadarannya, kami akan melakukan obeservasi dalam 2 hari kedepan, saat ini kondisi nya masih lemah dan coma. Kita berdoa saja agar masa kritisnya dapat segera berlalu. Saya permisi, saya akan berkoordinasi untuk tindakan medis selanjutnya."

Dokter meninggalkan Diana yang menangis terisak di pelukan suaminya.

______________________________

Lily Spencer

Aku membuka mataku perlahan. Aku tidak di kamarku, aku di ruangan dengan tanganku yang masih terinfus.

"Sayangg, daddy disini." Kata ayahku menggengam dan mencium tanganku. Seketika aku kembali teringat mengapa aku berada di rumah sakit, terakhir kali aku sedang berada bersama Romeo di restaurant, kalimat indah itu, berita kecelakaan Liam, Liam.....

"Daddy.." aku menangis dan berusaha bangun memeluknya. Tuhan, ku mohon jagalah ia untukku, ku mohon. Aku ingin segera menemuinya, yaa aku sangat ingin bertemu dengannya.

"Shhh shhhh tidak apa sayang, Liam sudah tiba di New york, dia sedang dalam penangan dokter terbaik disni, keadaanya akan segera membaik." Ayahku mengusap air mataku.

"Aku ingin menemuinya." Kataku menatap ayahku sedih. Aku hanya ingin melihatnya, memastikan bahwa ia tidak apa apa.

"Daddy janji akan membawamu menemuinya setelah keadaanmu membaik." Ayahku mengusap rambutku.

Aku menggeleng, aku harus menemuinya. Aku ingin sekali menemuinya.

"Ku mohon daddy, ku mohon, aku ingin melihatnya..." air mataku mengalir di pipiku.

"Okay, daddy akan membawamu untuk menemuinya." Ayahku mengendongku ke kursi roda dan mendorongnya hingga kami tiba pada suatu ruangan. Di depan ruangan tersebut ada bibi Diana dan paman Linc. Aku berusaha berdiri dengan Ayahku yang masih merangkulku.

"Ohhh Lily." bibi Diana memelukku erat. Aku tidak mampu mengucapkan kata-kata, aku tahu bibi Diana pasti sangat khawatir dengan putranya.

"Aku ingin melihatnya." Kataku.

Ayahku kembali menuntunku hingga aku berdiri di depan ruangan kaca, aku melihat Liam masih terbaring lemah dengan berbagai selang di tubuhnya, kepala dibalut perban dan mata yang masih terpejam. Aku melihat layar mesin di sampingnya menunjukkan detak jantungnya yang masih bergerak naik turun.Aku hampir tidak mampu berdiri ketika melihatnya seperti itu, beruntung Ayahku merangkulku dan menopangku.

Aku menutup mulutku untuk meredam tangisku dalam dekapan ayahku. Liam.. kau harus baik baik saja.. kau janji padaku pagi itu kau akan segera kembali. Tapi tidak dalam keadaan seperti ini ku mohon.. Liam.... bangunlah... kamu harus bangun sayang... bangunlah untukku... ku mohon...

_____________________________

2 days later

Lily Spencer

Aku setengah berlari menuju rumah sakit tempat perawatan Liam. Romeo meneleponku pagi ini dan berkata bahwa Liam sudah sadar walau ia masih lemah namun ia sudah membuka matanya. Hatiku menghangat, aku bahkan tidak dapat menahan senyumanku ketika aku mendengarkan berita ini, seharusnya aku tidak kembali ke rumah pagi ini. Baru saja aku kembali ke rumah untuk berganti pakaian, kini dalam waktu yang singkat aku segera kembali ke rumah sakit, aku hanya ingin segera menemuinya.

Aku membuka pintu kamar perawatan, disana ada paman Linc, bibi Diana, dan Romeo yang berada di sekitar Liam. Bibi Diana menyambutku dan memelukku.

"Lily kemari sini?" Romeo memanggilku.

Aku menatap Liam yang juga menatapku dengan tatapan yang tidak dapat ku artikan. Aku hanya dapat tersenyum menatapnya, Liam...

"Ku bawakan obat penyembuhmu yang paling ampuh! Kau akan berterima kasih padaku karena ini." Romeo merangkulku dan mendudukanku di sisi ranjang Liam. Liam masih memandangku tapi ia tidak mengucapkan apapun hingga kalimat yang ia ucapkan malah melenyapkan senyuman yang sedari tadi menghiasi wajahku.

"Siapa dia?" Liam mengerutkan keningnya.

Semua hening mendengar pertanyaannya itu. Hatiku berdetak kencang, entah aku merasa seperti tidak dapat bernafas. Liam.. aku, aku Lily, tunanganmu, kekasihmu. Aku ingin mengucapkan hal itu, tetapi aku hanya dapat diam membisu menatapnya.

"Liam! Kau jangan bercanda, ia tunanganmu, calon istrimu." Kata Romeo memegang pundakku.

"Aku tidak mengenalnya, kau jangan gila Rome! membawa wanita yang tidak ku kenal dan mengakuinya sebagai tunanganku."
Aku menatapnya lekat, ia tidak mengenaliku. Sorot matanya bukan kehangatan yang selama ini ia tunjukkan padaku. Liam... dia melupakanku?

"Rome! Panggil dokter!" Suara paman Linc setengah berteriak.

Aku masih terdiam dan perlahan berdiri dari sisi tempat tidur. Bibi Diana langsung memelukku dan merangkulku keluar ruangan.

"Dia akan baik-baik saja Lily." Aku hanya terdiam dan meneteskan air mataku.

Tidak... Liam tidak mengenalku... Liam tidak mengenalku... aku harus bagaimana..

Perfect wedding (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang