39. Bad Idea

59.9K 3.3K 4
                                    

Lily Spencer

Aku mengatur nafasku untuk meredakan keteganganku. Setelah hampir 1 minggu di rawat di rumah sakit, akhirnya Liam di perbolehkan pulang.

Aku selalu ikut setiap hari dengan Romeo saat ia menjenguk Liam, namun aku hanya sampai di pintu kamarnya dan memandang Liam dari kaca pintu, dengan melihatnya semakin hari semakin baik sudah cukup bagiku. Aku belum memiliki keberanian untuk berbicara dan berhadapan langsung dengannya karena ia pun tidak mengenaliku.

Aku mengigit bibir bawahku mengingat aku menyetujui rencana Romeo yang menjadikanku sekretaris pribadi Liam, sedangkan Jessy menggantikan posisiku sebagai assisten Pak Adams. Sekarang aku sudah berada di meja kecilku di ruangan Liam. Rome bersama Liam sedang menuju ke kantor, aku sangat gugup bertemu dengan Liam.

Aku berdiri seketika pintu utama di buka, Liam masuk diiringi dengan Romeo. Liam menatapku sekilas lalu kembali ke mejanya dan dapat aku lihat Romeo menghampiriku.

"Rome, aku rasa ini ide yang buruk" aku berbisik dan menggelengkan kepalaku.

"Tidak... tenanglah, aku akan selalu menemanimu. Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat?" Tanya Romeo setengah berbisik.

Aku hanya mengangguk pelan.

"Kau? Siapa dia Rome? Mana Ella?" Tanya Liam seketika membuatku kaget.

"Ini Lily, sekretarismu, Ella sudah kau pecat." Kata Rome sambil menepuk pundakku dan mendorong tubuhku mendekat ke meja Liam.

"Ohh... baiklah, siapkan meeting dalam 20 menit, aku harus mengetahui apa yang terjadi selama aku di rumah sakit." Liam kembali ke tempat duduk dan larut dalam pekerjaannya.

Aku kembali ke mejaku, menghela nafasku lega saat ketika Rome menepuk pundakku.

"Ada hal yang harus kau lakukan, ayo aku akan membantumu mengerjakannya." Rome mengajariku bagaimana mempersiapkan meeting bahkan mengatur jadwal dan menelepon direktur lainnya apabila ada meeting seperti ini, aku mengangguk dan mencatat apa yang ia katakan.

"Jika ada sesuatu kau bisa langsung tanya padaku" Romeo tersenyum setelah ia mengatakan semua yang harus ku kerjakan.

"Rome! Terima kasih!" Aku menatapnya, namun aku menyadari sepasang mata tengah memperhatikan aku dan Romeo, ketika aku menoleh Liam kembali memperhatikan laptopnya.

Aku mulai merindukan Liam yang lembut dan hangat padaku. Sekarang walapun berada sangat dekat namun aku merasa sangat asing dengannya. Ia seperti Liam yang pertama kali bertemu denganku, dingin dan angkuh. Aku harus bertahan, mungkin ini cara agar ia kembali mengingatku. Aku menoleh ketika jam sudah menujukkan pukul 6 sore.

Aku bergegas membawa laptop dan menuju mobilku, dan saat hendak menelepon Jessy untuk mengajaknya pulang bersamaku, seketika aku tersadar aku lupa dengan handphoneku. Sejak makan siang Liam belum kembali ke kantor,  aku rasa Liam tidak akan kembali lagi ke kantor setelah meeting bersama dengan klien lainnya, jadi aku akan kembali lagi ke ruangannya untuk mengambil handphoneku.

______________________________

William Anderson

Aku membuka ruanganku, Lily sekertarisku sudah tidak ada di tempatnya, mungkin dia sudah pulang. Siapa dia sebenarnya? Aku merasakan ada sesuatu yang aneh ketika aku melihatnya pagi ini. Entah apa yang aku pikirkan ketika aku melihat handphonenya tergeletak di atas meja.

Aku mengambil handphonenya dan membukanya. Password? Aku mengetikkan pasword itu dengan jariku seolah aku mengetahuinya, dan handphone tersebut terbuka dengan password yang aku ketik. Aku mengerutkan dahiku, mengapa aku mengetahui password handphonenya? Aneh, ini aneh? Seketika aku kembali teringat ketika aku seperti dejavu memegang handphone ini sebelumnya, tapi dimana? Dan mengapa aku memegang handphone ini? Ketika aku memegang kepalaku yang terasa sakit seketika pintu terbuka dan aku melihat Lily berjalan mendekati aku yang berdiri di sisi mejanya.

Ia terdiam menatapku.

"Maaf, aku- aku pikir tidak ada orang di ruangan ini" katanya lalu kembali ke meja nya. Ia seperti mencari sesuatu lalu ia mencari di bawah meja nya.

"Kau mencari ini?" Tanyaku sambil mengangkat handphonenya.

"Ohh.. iya, aku mencari handphoneku" ia berjalan mendekatiku.

Aku menyerahkan handphone itu dan ia tersenyum padaku. Aku lalu terbayang bahwa aku pernah melakukan hal ini sebelumnya mengembalikan handphonenya. Tapi kapan? Mengapa? 

"Apa aku pernah mengembalikan handphonemu sebelumnya?" Tanyaku.

Ia hanya terdiam menatapku penuh arti, seakan aku lah sumber kesedihannya.

"Hmm... ya kamu pernah mengembalikan handphoneku setelah kamu mengambilnya secara paksa dengan caramu." Ia memaksakan senyumnya seolah mengingat suatu hal.

Aku menatapnya, aku tahu ia datang setiap hari ke rumah sakit namun aku hanya melihatnya di balik kaca pintu masuk, ia tidak pernah masuk ke ruang perawatanku.

"Kamu... kamu selalu datang setiap hari ke rumah sakit, mengapa tidak masuk dan hanya sampai di depan kaca pintu?" Tanyaku tanpa basa basi.

Ia terdiam dan terkejut dengan pertanyaanku.

"Ak... akuu.. aku hanya menjengukmu sesekali. Aku permisi pamit." Ia berbalik dan melangkah cepat meninggalkan aku yang masih menatapnya yang berjalan menjauh.

Aku merasakan hal aneh ketika ia pergi berlalu di balik pintu tersebut. Ada apa dengan diriku, apa aku mengenalnya? Siapa dia sebenarnya? Mengapa Rome begitu lembut padanya? Bahkan Rome tidak pernah bersikap manis pada sekretarisku sebelumnya. Aku memegang kepalaku yang mulai sakit. Mungkin aku terlalu lelah bekerja hari ini.

Perfect wedding (COMPLETE)Where stories live. Discover now