• 1 •

101K 8.1K 1.6K
                                    

Namanya Daniel.

"Heh, anak pelacur! Bangun lo!"

Ia dianugerahkan mata yang indah.

'Brak!'

"Mana cutter?!"

Kulitnya putih dengan helai mahkota berwarna dark brown.

'Byur!'

"Menjijikan!"

Dan saat ini, ia tengah menikmati rasa nyeri akibat pukulan dari pembullynya.

"Ah, gue bosan. Ayo, cabut!" seru Cakra ke teman-temannya, "besok kita main lagi ya, El!" ujarnya dengan nada mengejek.

Si pemuda cokelat tak bergerak dari posisinya yang duduk dengan tubuh yang basah kuyup. Kepalanya menunduk. Kedua tangannya terkulai lemah di sisi tubuhnya.

Seragam putihnya kotor oleh tanah dari sepatu Cakra dan warna merah yang sedikit memudar dengan beberapa sobekan akibat sabetan cutter. Setetes darah kental jatuh dan langsung menyebar saat bertemu air yang menggenang di bawahnya.

Begitu suara langkah dari gerombolan Cakra sudah tidak ia dengar, barulah tangan itu bergerak.

Wajahnya terangkat. Sudut bibirnya membiru dan sedikit sobek. Hidungnya mengeluarkan darah. Rasa perih akibat terkena air, ia abaikan.

Darah yang mengalir langsung ia usap. Dengan perlahan, ia mencoba untuk berdiri. Sebelah tangannya bertumpu pada dinding yang selalu menjadi saksi bisu tindakan pembullyan terhadap dirinya.

Lalu, pemuda bertubuh kecil itu menghela napas.

Dengan sedikit tertatih, ia keluar dari toilet laki-laki. Cahaya oranye kemerah-merahan langsung menyerang manik birunya.

Keadaan koridor itu sepi.

Kedua kakinya melangkah menuju ruang kelas yang sudah kosong. Hanya tersisa sebuah tas yang berada di atas meja yang terletak di pojok kelas. Tanpa ragu, ia mengambil tas itu dan segera melangkah pergi dari sana.

Tidak ada siapapun lagi di bangunan bertingkat itu. Tidak ada aktivitas ekskul diwaktu sore seperti sekolah pada umumnya. Tidak ada siapa-siapa. Yah, kalian tidak bisa berharap apapun pada sekolah terburuk seantero kota ini. Sekolah yang berisikan anak-anak nakal.

Ada kabar burung yang beredar, bahwa bangunan ini akan ditutup tidak lama lagi.

Bagus, menurutnya. Cepat-cepatlah ditutup, jadi dia tidak perlu ke sekolah lagi.

Karena penampilannya bak korban eksekusi yang melarikan diri, jadinya ia harus melewati jalan pintas agar sampai ke rumahnya. Melewati gang-gang kecil yang kotor. Penuh tikus dan sampah.

Ia tinggal di apartemen kecil yang terletak tak jauh dari sekolah. Bangunan tua bertingkat yang sudah mulai ditinggalkan oleh orang-orangnya. Tidak ada satpam yang menjaga di pintu gerbang. Siapapun boleh masuk ke dalam sini. Seorang kriminal sekalipun.

Dengan perlahan, ia melangkah naik menuju 'rumah'nya yang terletak di lantai tiga. Di pintu kayu 'rumah'nya itu tertera nomor 1202. Padahal ruangan dibangunan ini tidak sebanyak itu.

Setelah membuka pintu yang terkunci, ia pun segera masuk. 'Rumah'nya hanya terdiri dari satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu, dapur, serta ruang makan yang dijadikan satu. Ah, juga ada balkon kecil sebagai bonus saat membelinya.

"Nyaa~"

Seekor kucing hitam menggesekkan tubuhnya di kaki si pemuda cokelat begitu pintu rumah ia tutup. Kucing yang ia pungut beberapa bulan lalu.

Happiness [SELESAI] ✔Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα