• 29 •

42.9K 5.2K 1.3K
                                    

Kedua mata El terbuka. Ia mengerjap sejenak. Cahaya oranye masuk dengan leluasa ke dalam kamar. Memberitahunya bahwa sebentar lagi, malam akan segera datang. Ia menumpukan berat tubuhnya pada lengan kiri, dan mendudukkan tubuhnya. Kepalanya menoleh. Alvano tidak ada.

El menunduk, menatap telapak tangan kirinya. Tadi, sebelum tidur, dia memeluk Alvano terlebih dahulu. Dia yang memulai. Melingkarkan tangan ini ke tubuh besar itu. Ah, memalukan sekali.

El berdecak dan mengacak rambutnya kasar. Pintu kamar itu terbuka.

"Ah? Bangun juga akhirnya," ujar Vano. Ia menutup kembali pintu tersebut dan melangkah mendekat.

"Um," El mengangguk, " 'Met pagi."

Vano tertawa pelan, dan membenarkan rambut El yang mencuat ke sana kemari, "Sore. Mau mandi sekarang?"

Si kecil itu kembali mengangguk dengan tangan yang mengusap mata.

Ah, imutnya~, ujar Vano dalam hati. Ia segera melingkarkan tangan kanannya ke belakang tubuh El, dan tangan kiri yang ia letakkan di belakang lutut. Lalu, membawa tubuh ringan itu ke dalam kamar mandi yang memang berada di kamar.

Tubuh itu ia dudukkan di meja sebelah wastafel. El menatap Vano dengan lekat.

"Angkat tangan," ujar pemuda besar itu.

El segera melakukannya. Mengangkat tangan kirinya ke atas. Lalu, kaosnya ditarik dan dilepaskan. Setelah itu, kaitan celana El yang ia lepas. Melingkarkan sebelah tangannya ke tubuh kurus itu dan mengangkatnya sedikit agar celana pendek itu bisa ia tarik.

Baju celana itu Vano masukkan ke dalam keranjang pakaian kotor yang berada tak jauh dari mereka, lalu mengangkat El lagi dan membawanya menuju kursi kecil yang berada di dekat bathup.

"Ngerepotin ya, harus digendong ke sana sini," gerutu El pelan saat ia didudukkan di kursi kecil itu.

Vano tersenyum, "Ngga kok. Gue mah suka-suka aja ngegendong lo kemana-mana," ia beranjak mengambil shower dan menghidupkannya. Lalu, menyiram tubuh kurus itu dari bagian bawah terlebih dahulu. Baru ke atas, hingga ke kepala.

"Gue pengen cepet bisa jalan," gumam El.

"Kalo gitu, lo ngga boleh rewel sama makanan atau vitamin yang gue suruh makan, dan harus nurut pas gue bawa check up ke rumah sakit."

El mendongak. Menatap Vano yang sedang menunduk dengan tangan yang berada di sela rambut kecokelatan El.

"Gue ngga suka."

"Harus suka kalo pengen cepet sembuh."

Si kecil itu mencebik dan menatap kaki kirinya.

"Ngga mau disuntik," ujar El.

"Ngga akan disuntik."

Vano mengambil sikat gigi dan meletakkan odol di atasnya, lalu memberikannya pada El.

Sementara si kecil itu menggosok giginya, Vano menuang sabun cair ke tangannya, lalu menggosok pelan tubuh kecil itu. Tidak ada bagian yang ia lewatkan. Belakang telinga, leher, punggung, dada, perut, hingga ke ujung kaki. Tidak ada yang ia lewatkan.

El kembali menatapnya lekat. Memperhatikan dengan detail wajah pemuda itu. Tidak ada yang berubah dari ekspresinya. Vano tetap memasang ekspresi biasa, bahkan hingga ia membilas tubuh itu dari busa-busa sabun yang menghiasi. Ekspresinya tak berubah.

"Gosok giginya udah?"

Gerakan menggosok giginya yang sudah terhenti sejak ia memperhatikan wajah Alvano, kembali bergerak. Menandakan bahwa ia masih harus menggosok bagian-bagian yang sempat terlupakan tadi.

Happiness [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang