• 27 •

42.4K 5.2K 550
                                    

Vano melirik kedua orang yang berada tak jauh darinya duduk, dengan lekat. Suasana di antara mereka sedikit... tidak enak. Lara duduk di sebelah ranjang El, dengan punggung yang menyandar rileks, sementara El menatap wanita itu dengan sinis.

Setelah Vano merecokinya tadi, El akhirnya mau menerima 'tamu' yang ia usir secara 'halus' kemarin. Tangan kiri El menggenggam sebuah pulpen, di atas kedua pahanya ada sebuah buku. Dua benda itu, Lara yang memberikan tadi.

Saat El balas meliriknya, Vano langsung mengalihkan tatapannya ke novel yang sedang ia pangku. Ia sengaja duduk di dekat jendela untuk memberikan ruang pada kedua orang itu.

"Saya ngga bisa nulis pake tangan kiri," ujar El sambil mengalihkan tatapannya kembali ke Lara.

Lara menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Tersenyum tipis.

"Orly bilang kamu-"

"Tsk!" El berdecak. Memotong ucapan itu. Dalam hati ia menggerutu. Kedua manik birunya tetap mendelik sinis. Kenapa Orly malah memberitahunya?

"Jadi, ini tujuannya apa?" tanyanya dengan nada tak bersahabat.

Lara mengulum senyum, dan menegakkan tubuhnya. Ia menunjuk buku yang berada di paha El itu, "Ini, namanya buku kehidupan."

Dahi El mengerut. Buku kehidupan? Keterbalikan dari Death book kah? Apa wanita ini malaikat juga? Seperti Ryuu. Ah, tapi, Vano bisa melihatnya kok. Berarti dia beda spesies dari Ryuu.

"Untuk ngebuat buku ini 'bekerja', kamu harus nulis semua hal yang membuat kamu bahagia di buku ini. Ceritakan semuanya di sini," ujar Lara.

Hal yang... membuatnya bahagia?

El terdiam. Ia menatap Lara, lalu menatap buku bersampul putih polos itu. Dahinya mengerut. Hal bahagia seperti apa?

Pemuda itu beralih menatap Alvano, "Van!" panggilnya.

Alvano menoleh.

"Bantuin gue-"

"Ckckck," Lara menggerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri, "Dia ngga bisa bantuin kamu."

"Kenapa?"

"Ini kebahagiaan kamu, Daniel. Hanya kamu yang tau, bagian mana aja yang ngebuat kamu bahagia. Saat-saat seperti apa, yang membuat kamu senang," ujar Lara.

"Kalo gitu, saya ngga bisa nulis apa-apa, karena saya ngga tau."

Lara tersenyum kecil, "Kamu tau. Kamu hanya harus sadar pada sekitar kamu. Ingat-ingat lagi, kejadian apa yang membuat hidup kamu menjadi lebih baik. Apa yang membuat kamu tersenyum. Renungkan, lalu tulis."

El tak membalas. Ia tetap menatap buku itu dengan dahi mengerut, "Seandainya, saya sudah menulis sesuatu di buku ini, lalu, gunanya untuk apa?"

Lara menatapnya lembut, lalu menggenggam tangan kiri El yang masih memegang pulpen, "Itu bagian terpentingnya. Suatu saat nanti, di saat kamu merasa bahwa kamu berada di titik paling bawah. Di saat kamu kehabisan alasan untuk berjuang menjalani hidup, baca buku ini."

El menatap wanita itu.

"..dan kamu akan temukan kembali alasanmu."

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now