• 2 •

57.9K 7.4K 946
                                    

Ia menunduk sambil berpangku tangan. Dokter yang merawatnya sedang pergi untuk mengambil permen yang lupa ia bawa untuk si El kecil. Tubuh kecil itu semakin mengurus sejak kejadian itu menimpanya. El kecil tidak bisa menghilangkan bayangan orang-orang itu dari kepalanya.

Rasanya...

...menyakitkan.

Tangan-tangan besar yang menyentuh tubuhnya dengan kasar. Gigi-gigi mereka yang melukai tubuhnya hingga membekas. Keringat mereka yang jatuh ke tubuhnya. Dan cairan kotor itu.

Menjijikan sekali.

•••••

"Pengecut."

"Akh.." El mencengkram kaki Cakra yang semakin menekan dadanya kuat hingga membuatnya sesak.

Cakra menatap pemuda tinggi yang mengganggu acara 'main'nya dengan datar. Lalu, mengisyaratkan kepada empat anak buahnya untuk segera menyelesaikan si pemuda itu.

"Cakra, tapi dia anak SMA Santun," ujar salah seorang dari mereka.

"Terus? Lagian dia sendirian kan?" gumam Cakra datar. Kedua matanya menatap seragam khas SMA bebuyutannya yang mengintip dari balik jaket hitam yang pemuda itu kenakan.

"Tapi, mereka ngga akan diam kalo salah satu siswa SMAnya kita serang. Bakalan tawuran lagi ntar, dan kita lagi dalam masa percobaan. Kalo ketahuan tawuran, bakalan dikeluarin. Gue -"

"Hoi, itu orang bukan alas untuk lo pijak. Awasin kaki lo!"

Pemuda tak dikenal itu semakin melangkah mendekat sambil membenarkan letak ransel yang ia bawa dengan lengan kanannya.

Cakra berdecih. Menarik kakinya yang berada di dada El dan berjalan mendekati si pemuda itu dengan tangan yang masuk ke dalam saku celananya.

"Gue rasa, ini bukan urusan lo," ujar Cakra geram. Ia menatap pemuda itu dengan lekat, lalu sebelah alisnya terangkat. Cakra tidak pernah melihat pemuda ini. Biarpun ia tidak mengenal anak-anak SMA Santun secara rinci, tapi setidaknya Cakra hafal wajah-wajah yang pernah melawan sekolahnya dalam tawuran. Dan pemuda ini bukan salah satunya.

"Dia urusan gue," ujar pemuda itu dengan mata yang menatap rendah ke arah Cakra. Faktor tinggi badan mereka yang berbeda, termasuk salah satu alasannya.

El mengambil napas cepat. Tangannya menyentuh dadanya yang sakit.

"Oh?" Cakra menganggukkan kepalanya sebagai respon. Ia menoleh ke arah El, dan tanpa diduga, kaki kirinya menendang tubuh kecil itu hingga membuat El tersungkur menabrak tempat sampah yang berada di dekatnya.

Pemuda tinggi tadi langsung menarik kerah Cakra dan menyudutkannya ke dinding, "Brengsek!"

Cakra tersenyum miring. Apalagi saat keempat anak buahnya sudah mengelilingi mereka. Mengurung si tinggi itu agar tidak bisa kabur.

El mendesah pelan dengan lelah, dan mencoba untuk bangkit. Dahinya mengernyit nyeri saat dirasanya perih menjalar di telapak tangan kirinya. Ternyata, pecahan kaca yang terdapat di tempat sampah tadi berhasil melukai telapak tangannya lumayan panjang dan dalam. Membuat darah mulai keluar dari sana, lalu mengalir dan menetes.

El menghela napas.

Senyum Cakra berubah jadi seringaian. Tangannya menyibak jaket hitam yang pemuda tinggi itu gunakan untuk melihat nama yang tercantum di seragam tersebut.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now