Bonus +

64.1K 4.1K 1.1K
                                    

WARNING! WARNING!

FULL NAENA WEEHHH!!

SELAMATIN SAYAAAAAA!!

SAYA MALUUUUU!!!

AAAAAAAAAAAAAAARGHH!!

___________________

"Tolongin gue untuk ngehapus jejak mereka dari tubuh gue. Sampe ke paling dalam. Buat gue cuma inget sentuhan lo doang, Van," bisiknya, "Please?"

Ah, Vano mengerti. Ini semua karena jejak dari orang-orang berengsek itu. Jejak mereka. Ditubuh kekasihnya.

"El, lo yakin?"

El mengangguk yakin.

Tubuhnya ditarik untuk berbaring, dan langsung dikurung oleh tubuh besar itu. Vano menatapnya. Lalu, mengecup dahinya lembut.

"Kalo lo memang ngga sanggup, bilang ke gue, oke? Biar kita berhenti. Semuanya bisa dilakukan secara perlahan. Lo ngerti?" ujar Vano.

"Ya."

"Gue akan pelan-pelan. Lo jangan khawatir."

El mengangguk.

"Vano.."

"Ya, El?"

El menatapnya. Pemuda itu menelan ludah, "...i'm sorry," bisiknya dengan suara bergetar.

"Why?"

Kedua manik biru yang cantik itu berkaca-kaca, "Karena lo bukan yang pertama buat gue."

Vano tertegun sejenak, lalu mencoba untuk tersenyum menenangkan. Ia menunduk dan mengecup leher El pelan, "No. Gue akan jadi yang pertama buat lo."

Vano bangkit dan menumpu pada lututnya. Kedua tangannya membuka kancing piyama yang ia gunakan, lalu melepas piyama tersebut. El hanya menatap dalam diam. Sesekali mengusap tetesan air mata yang jatuh.

"Kalo lo mau nangis, nangis aja. Gue ngga keberatan."

Tetesan itu menderas. El menutup wajahnya dengan lengan kiri.

Vano menaikkan kaos yang pemuda cokelat itu gunakan dan melepasnya. Lalu, mulai mengecup tiap inchi kulit putih yang dihiasi dengan bekas luka itu. El meliriknya, membuat Vano tersenyum menatap manik biru tersebut, dan berbisik..

"So beautiful."

Wajahnya bersemu merah. Tubuh Vano didorong.

"Gue ngga suka, Vano! Jangan ngomong gitu!"

Vano tertawa pelan. Pada kenyataannya, semua yang ada di diri El, akan selalu terlihat cantik di matanya.

Tangan El yang masih berada di dadanya, ia genggam. Lalu, ia tahan di samping kepala El.

"Jangan dorong-dorong. Gue kan mau cium lo."

Alvano mendekatkan wajah mereka. Keduanya saling tatap sejenak dengan jarak wajah yang tipis. El terlihat tak sabar. Vano tau sekali, si kecil ini sangat menyukai ciumannya. Genggaman tangannya pada pergelangan tangan kiri El, ia lepas. Yang mana, membuat El langsung melingkarkan tangan itu pada leher Vano.

Vano juga tau, betapa El senang memegang tengkuknya atau menyusupkan jemarinya, serta menarik-narik rambut Vano pelan ketika mereka berciuman.

"El, gue cinta," bisiknya.

El menganggukkan kepala. Sangat tau akan hal itu.

Lalu, Vano menyatukan bibir mereka. Memagut bibir tipis itu dengan lembut. Menjilatinya, membuat El melenguh pelan. Garis rahang bawah El, ia usap sejenak.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now