• 37 •

40.6K 4.5K 755
                                    

El mengutak atik ponsel barunya. Sedikit kesusahan karena tidak terbiasa dengan satu tangan. Dia sendirian lagi di rumah. Poppy minggat ke rumah betinanya di sebelah, dan mungkin kucing itu sedang lupa ingatan jalan menuju pulang. Lihat saja nanti, tidak akan El biarkan dia masuk ke rumah lagi.

Hal yang El tau dari ponsel persegi ini, hanyalah cara untuk menelpon dan mengirim pesan. Dia tau, ponsel ini bisa mengakses internet. Tapi, caranya bagaimana?

Pada akhirnya, benda persegi itu tergeletak tak berguna di atas meja depan tv. Percuma saja namanya smartphone kalau yang memakai tidak mengerti apa-apa.

Ia segera mengganti chanel tv tersebut. Siang-siang begini, biasanya ia habiskan dengan menonton acara gosip di salah satu saluran. Walaupun sebenarnya dia tidak tau faedah menonton itu apa, tapi yah setidaknya acara itu tidak membuatnya bosan bukan main di sini.

Lalu, tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk. El mengerutkan dahinya. Tidak mungkin Vano atau Jeje pulang, terus ngetuk pintu rumah sendiri. Karena biasanya mereka langsung nyelonong masuk. Kalo Suchart juga tidak mungkin, karena anak itu pasti sudah kedengaran hebohnya biarpun dari halaman rumah.

Siapa?

El pun segera beranjak dari duduknya dan mengintip lewat jendela di ruang tamu. Beberapa pemuda dan pemudi berseragam sekolah, berdiri di depan pintu. El ingat salah satu wajah mereka. Itu teman Alvano. Tapi, Alvanonya mana?

"Permisi!" Dan pintu diketuk lagi.

Di sini, El mulai ragu. Buka tidak ya? Lagian, mereka mau ngapain ke sini? Orang rumahnya aja belum pulang. Tapi, kenapa mereka sudah pulang, sementara Vano belum?

"Coba telpon si Vano. Bilang rumahnya kosong, gitu," ujar pemuda yang mengetuk pintu tadi.

El menggaruk pelipisnya ragu. Lalu, memegang kenop pintu, dan membukanya sedikit. Sedikiiiiiit sekali. Hanya sebelah matanya saja yang bisa terlihat dari luar.

Teman Alvano yang berada di depan pintu, sontak terperanjat kaget.

"Anjir, jantungan gue," gerutunya sambil mengelus dada, "Gue kira apaan mata doang yang muncul."

"Ada perlu apa?" tanya El.

"Erm.. gini, kami semua ini teman Alvano. Dan kedatangan kami ke sini, untuk kerja kelompok. Nah, Alvano tadi masih di sekolah. Dia nyuruh kami untuk duluan ke sini."

El tidak membalas. Matanya mengerjap. Lalu, dengan perlahan kakinya melangkah mundur agar pintu bisa dibuka lebih lebar.

"Masuk," ujar El.

"M-makasih."

Pemuda itu menggaruk belakang kepalanya, "Adiknya Vano?" tanyanya.

El mendelik.

"E-eh, bukan ya?"

Tanpa membalas perkataan teman Alvano itu, El berbalik dan melangkah menuju ruang keluarga yang memang satu ruangan dengan ruang tamu.

"Duduk aja," ujar El tanpa menoleh.

"O-oh iya."

Si kecil itu kembali duduk dan mengganti chanel tv lagi. Tidak mau ketahuan bahwa dia sedang menonton acara gosip.

Ia tidak memedulikan grasak-grusuk teman-teman Alvano dibelakangnya. Entah meributkan hal apa, ia juga tidak mengerti.

Lalu, suara motor Alvano terdengar. Tak lama setelah itu, pemuda tinggi itu pun muncul. El hanya menatapnya dalam diam dari sofa ruang keluarga. Vano sendiri pun hanya membalas dengan senyuman padanya. Lalu, di belakang si tinggi itu, muncul seorang pemudi berambut ekor kuda.

Happiness [SELESAI] ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن