• 5 •

52.4K 6.2K 724
                                    

"Apa saya boleh bekerja di sini?"

"Hm?" Lelaki berumur dua puluhan akhir itu menatapnya. Lalu, tersenyum tertarik.

"Memangnya, anak kecil sepertimu bisa apa?" tanyanya.

"Saya bisa memasak dan bersih-bersih."

"Ah.." ia mendesah pelan, dan mengangguk. Lalu, menyentuh punggung si kecil itu dengan telapak tangannya yang lebar, "saya mau coba masakan kamu. Kalo enak, kamu baru boleh kerja."

"Hoi, lo bercanda? Anak kecil itu!" Pemuda lain yang tadi berada di sisinya berujar protes. Tampak tak percaya.

Sementara, yang diprotesi, hanya tersenyum tipis dan menuntun si kecil itu masuk ke dalam bangunan bernama 'Luscious', yang akan segera ia buka begitu mendapat cukup karyawan.

•••••

"Lo ngerokok?"

El menatapnya dingin, lalu menaikkan sebelah alisnya, "terus?" tanyanya ketus. Bau rokok masih melekat di baju dan mulutnya. Makanya, Alvano sadar bahwa dia merokok.

Vano mengerjap, seolah sadar akan sesuatu. Lalu, kembali mengusap tengkuknya dengan canggung.

"Boleh gue masuk?" tanya Vano pelan. Mencoba untuk mengalihkan diri dari topik yang ia buat tadi. Rokok.

El berdecak dalam hati. Malas berurusan dengan pemuda besar ini sebenarnya. Tapi, jika dia mengusirnya sekarang, maka itu tidak sopan sekali. Jadi, dengan enggan, El melangkah mundur dua kali dan melebarkan pintu.

Alvano tersenyum, lalu masuk ke dalam.

Pintu itu pun El tutup lagi.

"Nih, buat lo," ujar Vano sembari menyerahkan kantong putih yang sedari tadi ia pegang.

El menatap kantong itu dalam diam. Isinya adalah berbagai macam bahan makanan. Yang terlihat sangat sehat pastinya. Ia mendengus pelan, dan mengambil kantong tersebut dengan malas.

"Makasih," ujarnya tidak ikhlas.

Vano hanya tersenyum maklum. Lalu, membuka sepatunya. Tanpa disuruh oleh El, ia sudah berjalan masuk dan meletakkan tasnya di samping sofa, lalu menghempaskan dirinya di sofa terdekat.

El menggerutu melihatnya. Vano bertingkah seolah ia sudah sering sekali main ke sini, padahal baru sekali, dan itu pun hanya karena untuk memberi makan Poppy. Si kecil itu berjalan menuju kulkas dan memasukkan bahan-bahan makanan itu kedalamnya.

Saat melihat kucing hitam yang pernah ia beri makan keluar dari sebuah ruangan, Vano sumringah. Menjulurkan sebelah tangannya dan memanggil kucing itu.

"Puss.. puss.."

Poppy segera melangkahkan keempat kakinya menuju pemuda besar itu. Tubuhnya lantas langsung digendong dan diletakkan di atas pangkuan. Setelah itu, ia dimanja dengan elusan-elusan atau garukan pelan yang enak sekali.

"Btw, kucing lo namanya siapa?" tanya Vano.

El hanya meliriknya dan terus menata bahan-bahan makanan itu ke dalam kulkas, "Poppy."

Sebelah alis Vano terangkat, "Poppy? Bukannya dia kucing jantan?" refleks, tangannya menyibak ekor Poppy yang menghalang tatapannya akan kejelasan jenis kelamin kucing itu. Lalu, menemukan sesuatu yang menggantung di sana, "tuh, kan, jantan."

"Terus? Memangnya kucing jantan ngga boleh dikasi nama 'Poppy'?" ujar El ketus. Kenapa orang ini cerewet sekali?!

"Ya enggak... bukan itu maksud gue," kedua matanya melirik ke sana kemari dengan canggung, "yah, cuma rada aneh aja gitu, Poppy kan identik sama cewek."

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now