Bonus ++++

39.9K 3.4K 992
                                    

Mereka berdua hanya diam selama sepuluh menit setelah mobil bergerak. Vano sesekali memutar kemudi ketika harus berbelok. Sementara El, hanya menatap keluar jendela mobil tanpa minat.

Vano melirik kekasihnya. Mereka sedang kencan. Biasanya, El akan berceloteh semangat, entah tentang makanan apa saja yang ingin ia coba, atau dia ingin melakukan apa, ingin membeli apa, masih banyak lagi.

"Kenapa, Sayang?" tanya Vano sambil melirik kaca spion yang berada di sisi mobil. Kemudi kembali diputar.

El menoleh menatap Vano yang tampak menawan hari ini. Kekasihnya memang selalu menawan setiap hari sih. Lalu, kembali menatap ke arah jendela, "Kamu beli kondom ya?"

Hening.

El menoleh lagi menatap Vano yang terdiam. Pemuda tampan itu mengerjap beberapa kali, dan menelan ludah.

"K-kok tau?"

"Ada di laci nakas tadi."

Dalam hati, Vano merutuki diri sendiri. Ia menjilat bibir bawah sekilas, "Erm.. itu.. aku.. anu.."

El beralih menatap ke depan, "Hari ini ada film apa aja? Dan kita mau nonton apa?"

Oke. Elnya sudah sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Huft.

"Annabelle?"

Yang lebih kecil, mengangguk setuju. Dia tidak masalah sama sekali dengan film bergenre horror. El senang menonton film apapun, asal filmnya enak.

Tak lama kemudian, mereka sampai di tujuan. Mobil diparkir. El keluar duluan dari kendaraan itu. Ia berdiri di depan mobil, dan menatap Vano yang tengah melepas sabuk pengaman, lalu keluar.

"Mau makan dulu apa gimana, Yang?"

"Beli tiketnya aja dulu," ujar El.

Vano mengangguk. Mereka berjalan beriringan memasuki bangunan besar itu. El melirik ke sekitarnya. Mencari hal-hal menarik agar bisa ia datangi setelah membeli tiket, atau setelah menonton.

"Vano."

"Hm?"

El menatapnya, "Aku mau beli baju, boleh?"

Vano mengerjap. Beli baju? Tumben? Biasanya harus dia yang membelikan El baju, dan memasukkan baju-baju baru itu ke tumpukan baju El secara diam-diam.

Sekali lagi. SECARA DIAM-DIAM. Karena Elnya tidak suka hal-hal seperti itu.

"Boleh. Mau beli mobil baru juga boleh."

El mendelik, "Emang kamu ada uangnya?"

"Ngga ada," cengiran Vano dibalas dengan dengusan pelan.

"Masih pake uang orang tua, jangan bangga."

Kali ini, Vano menghela napas, "Iya, Sayang. Iya."

Apa Vano harus mulai cari kerja sambilan?

El melirik. Hanya sekilas, karena setelah itu kembali fokus menatap ke depan. Pada kenyataannya, perkataan tadi juga ia ucapkan untuk mengingatkan diri sendiri. Dia merasa lebih tidak tahu malu, karena sering meminta dibelikan ini-itu oleh Vano dengan uang jajan milik si tinggi tersebut.

Vano menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Pukul sebelas lewat lima belas. Mereka memutuskan untuk membeli tiket yang jam tayangnya pada pukul dua belas lewat empat puluh lima. Berhubung film Annabelle ini sudah lumayan lama tayangnya, jadi para penontonnya juga mulai sepi. Mereka mendapat kursi nomor empat belas dan tiga belas di deret E.

"Mau makan apa?" tanya Vano.

El terdiam sejenak. Dia tidak terlalu lapar sebenarnya.

"Fast food aja ya?" tawar El.

Happiness [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang